Minggu, 20 Desember 2015

Ilmu Takhrij Al-Quran



BAB I
PENDAHULUAN
  Latar Belakang

            Ilmu Takhrij adalah merupakan kunci perbendaharaan Hadist. Faedahnya sangat jelas ketika kita mengetahui suatu Hadist, tetapi kita tidak mengenal Hadist tersebut, apakah ia benar-benar bersumber dari Rasulullah SAW atau tidak.
Ilmu takhrij juga memperkenalkan metode-metode untuk dapat sampai pada Hadist yang dikehendaki. Masing-masing metode dapat dipergunakan tanpa ada keharusan hubungan dengan metode lainnya. Bila telah memahami masing-masing metode dengan baik, maka akan lebih mudah mencari Hadist yang dimaksud.
Setiap kitab-kitab induk Hadist tersusun menurut susunan tertentu yang berbeda satu sama lainnya. Ini memerlukan suatu cara ilmiah yang membuat penelitian pencarian Hadist menjadi praktis. Cara ilmiah praktis inilah yang membuat kajian ilmu takhrij.
Ilmu takhrij pada mulanya hanyalah berupa tuturan kata-kata yang belum tertulis menjadi sebuah kitab. Ilmu Takhrij sebenarnya sulit diungkapkan dalam bentuk tulisan.
Takhrij secara sederhana dapat dikatakan sebagai mengeluarkan atau mengungkapkan Hadist kembali dan mengangkatnya ke permukaan dari sumber-sumber aslinya seperti seorang di tengah padang pasir dalam keadaan dahaga menyiduk satu genggam air dari sumbernya yang terjernih. Dari situ banyak hal yanh dapat dilakukan untuk kebaian-kebaikan bersama.
Berdasarkan Kenyataan-kenyataan diatas maka kami akan membahas makalah dengan judul “ TEORI TAKHRIJ HADIST”.
2.      Rumusan Masalah
a)      Apa yang dimaksud dengan Takhrij?
b)      Bagaimana sejarah Takhrij?
c)      Apa tujuan dan manfaat Takhrij?
d)     Apa hal yang mendasar dalam Tahrij hadist?
e)       Apa metode Takhrij secara umum?
3.      Tujuan penulisan
a)      Mengetahui  yang dimaksud dengan Takhrij
b)      Mengetahui sejarah Takhrij
c)      Mengetahui  tujuan dan manfaat Takhrij
d)     Mengetahui hal yang mendasar dalam Tahrij hadist
e)   Mengetahui metode Takhrij secara umum



BAB II
PEMBAHASAN
  1.         PENGERTIAN TAKHRIJ
Secara etimologis takhrij berasal dari kharraja yang berarti tampak atau jelas.  Dengan kata lain takhrij adalah kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah.
Sedangkan secara terminologis adalah menunjukan tempat hadist pada sumber-sumber aslinya, dimana hadist tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.
Penjelasan definisi:
a.    Menunjukan tempat hadist, berarti menyebutkan kitab-kitab tempat hadist tersebut. Misalnya perkataan Akhrojahul Bukhori Fi Shohihi , maksudnya Al-Bukhori telah mentarjihkan dalam kitab sahihnya.
b.    Sumber-sumber asli hadist ialah:
-            Kitab-kitab hadist yang dihimpun para pengarang dengan jalan yang diterima dari guru-gurunya dan lengkap dengan sanad-sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW, seperti kitab hadis enam, muwatta imam Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-Hakim, dan Musannaf Abdur Razzaq dll.
-            Kitab-kitab hadis pengikut ( tabi’i) kitab-kitab hadis pokok diatas, seperti kitab-kitab yang menghimpun kitab-kitab hadist disana, misalnya kitab Al Jam’u Baina Sahihaini, karya Al Humadi kitab-kitab yang menghimpun bagian terkecil (tarf) kitab-kitab hadist diatas. Misalnya kitab Tuhfatul Asyraf bi Ma’rifatil Atraf karya Al Mazi
-            Kitab-kitab selain hadis misalnya kitab tafsir,fikih, dan sejarah yang didukung hadis dengan syarat, penulisnya meriwayatkan lengkap dengan sanadnya sendiri. ketika menyebutkan hadis-hadis tersebut sebagai pendukung, pengarangnya selalu meriwayatkan dari para gurunya lengkap dengan sanad-sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad saw dan tidak mengambil karya lain yang sebelumnya. Inilah yang dimaksud dengan sumber-sumber hadis yang asli. Kitab-kitab yang tidak terhitung sebagai sumbet asli adalah kitab-kitab yang hanya menghimpun hadis-hadis hukum, misalnya kitab Bulugul Maram Min Adillatul Ahkam, karya Hafiz ibnu Hajar.
c.    Menjelaskan derajat (nilai) hadis ketika diperlukan. Maksudnya menjelaskan  nilainya, baik shahih, daif, dan sesamanya jika diperlukan. Karena itu, menjelaskan nilai hadis tidak merupakan hal yang mendasar dalam menakhrijkan hadis, melainkan hanya penyempurnaan yang harus dipenuhi ketika diperluakan.
Sedangkan menurut ahli hadis takhrij mempunyai pengertian yang banyak :
1)      Sinonim kata ikhroju yang berarti menjelaskan hadis pada orang lain dengan menyebutkan mukhrijnya yaitu para perawi dalam sanad hadis, dimana suatu hadis keluar dari jalan mereka
2)        Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari beberapa kitab. Dalam kitab Fatul Mugis, As-Sakhawi menyebutkan Takhrij adalah periwayatan seorang ahli hadis terhadap satu hadis dari beberapa juz, guru, kitab dan sesamanya. Baik dari riwayat sendiri, sebagian guru, teman sesamanya membicarakannya dan menisbatkannya pada orang yang meriwayatkan yaitu par imam yang mempunyai kitab dan kodifikasi hadis[1].
3)        Ad-Dilalah artinya menunjukan kitab-kitab sumber hadis dan menisbatkannya dengan cara menyebutkan para rawinya, yaitu para pengarang kitab-kitab sumber hadis tersebut
Tetapi menurut para ulama pengertian takhrij yang paling popular dan berlaku dikalangan ahli hadis adalah yang ketiga, terutama setelah para ulama-ulama itu mentakhrijkan hadis yang tertulis dalam beberapa kitab.
2.         Sejarah Tentang Takhrij
                      Para ulama dan peneliti hadis terdahulu tidak membutuhkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok takhrij, karena pengetahuan mereka sangat luas dan ingatan mereka sangat kuat terhadap sumber-sumber sunah.Ketika mereka membutuhkan hadis sebagai penguat, dalam waktu singkat mereka dapat menemukan tempatnya dalam kitab-kitab hadis bahkan juznya. Atau setidaknya mereka dapat mengetahuinya dalam kitab-kitab hadis berdasarkan dugaan yang kuat. Disamping itu mereka mengetahui sistematika penyusunan kitab-kitab hadis sehingga mudah bagi mereka untuk mempergunakan dan memeriksa kembali guna mendapatkan hadis, pada kitab-kitab selain hadis karena ia berkemampuan mengetahui sumbernya dan dapat sampai pada tempatnya dengan mudah.
                      Keadaan seperti ini berlangsung sampai berabad-abad, hingga pengetahuan para ulama tentang kitab-kitab Hadist dan sumber aslinya menjadi sempit, maka sulitlah bagi mereka untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang menjadi dasar ilmu syar’I seperti fikih, tafsir, sejarah[2]dan sebagainya. Maka dari kenyataan inilah sebagian ulama bangkit untuk membela hadis dengan cara menakhrijkannya dari kitab-kitab selain hadis, menisbatkannya pada sumber asli, menyebutkan sanad-sanadnya dan membicarakan kesohihan dan kedoifannya sebagian atau seluruhnya. Maka munculah kitab-kitab Takhrij. Dan kitab-kitan yang mula-mula dikarang adalah kitab-kitab yang di takhrijkan hadisnya oleh Al Khatib Al Baghdadi (-463 H).
Setelah itu kemudian berturut-turut muncul kitab-kitab Takhrij, hingga menjadi popular dan banyak sekali jumlahnya sampai berpuluh-puluh kitab.Karena itu ulama ahli hadis mempunyai perhatian yang besar terhadap kitab-kitab yang telah ditakhrijkan hadisnya dan berikutnya mereka mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap hadis Nabi, sehingga tertutuplah kesempatan yang banyak untuk menjelaskan kitab-kitab hadis. Seandainya mereka tidak menempuh usaha yang besra ini, tentu terdapat ketimpangan yang banyak dalam mengembangkan kitab-kitab ilmu syar’I dan kita akan mengalami susah payah untuk mencari sumber-sumber hadis.
Kemudian datanglah masa yang jauh berbeda dengan masa-masa tersebut, yaitu jika seseorang yang menuntut ilmu menjumpai suatu hadis dalam kitab yang hanya menyebutkan petunjuk singkat terhadap sumber aslinya, maka ia tidak mengetahui cara memperoleh teks hadis tersebut pada sumber aslinya. Hal ini karena terbatasnya pengetahuan mereka tentang cara penyusunan kitab yang menjadi sumber asli tersebut dan pembagian babnya. Demikian juga, jika iaa hendak menguatkan dengan Hadis dalam suatu pembahasannya. Sedang ia mengetahui bahwa hadis yang dimaksud terdapat dalam sahih Bukhori, Musnad Ahmad atau Mustadrak Al-Hakim, maka ia tidak akan mendapatkannya dalam sumber asli, karena mereka tidak mengetahui sistematika penyusunanya
3.  Tujuan Dan Manfaat Takhrij
Takhrij hadist bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij.Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadist – hadist tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadist – hadist yang pengutipannya memerhatikan kaidah – kaidah ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist tersebut menjadi jelas, baik asal – usul maupun kualitasnya.
Takhrij Hadist memberikan manfaat yang sangat banyak. Dengan adanya Takhrij kita dapat sampai kepada perbendaharaan-perbendaharaan Sunnah Nabi. Tanpa keberadaan Takhrij seorang tidak mungkin akan dapat mengungkapkannya. Diantara kegunaan Takhrij ialah:
a.         Takhrij memperkenalkan sumber-sumber Hadist, kitab-kitab asal dimana suatu Hadist berada beserta Ulama yang meriwayatkannya.
b.        Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad Hadist-hadist melalui kitab-kitab yang ditunjukkinyasemakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadist, semakin banyak kitab-kitab pula perbendaharaan sanad yang kita miliki.
c.         Takhrij dapat memperjelas sanadnya. Dengan membandingkan riwayat-riwayat Hadist yang banyak itu maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut muqathi’, mu’dhal dan lain-lain. Demikian pula dapat diketahuai apakah status riwayat tersebut shahih, dha’if dsb
d.        Takhrij memperjelas hokum Hadist dengan banyak riwayatnya itu. Terkadang kita dapatkan suatu Hadist dha’if melalui suatu riwayat, namun dengan takhrij kemungkinankita akan dapati riwayat lain yang shahih. Hadist yang shahih itu akan mengangkat hokum hadist yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
e.         Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum Hadist.
f.         Takhrij dapat memperjelas perawi Hadist yang samar. Karena terkadang kita dapati seorang perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti Muhammad, Khalid dan lain-lain. Dengan adanya Takhrij kemungkinan kita dapat mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
g.         Takhrij dapat memperjelas perawi Hadist yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan diantara sanad-sanadnya.
h.        Takhrij dapat menafikkan pemakaian “AN” dalam periwayatan Hadist oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas ketersinambungan sanadnya, maka periwayatan yang memakai “AN” tadi akan tampak pula ketersinambungan sanadnya.
i.          Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
j.          Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena kemungkinan saja dada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi iyu akan menjadi jelas.
k.        Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad
l.          Takhrij dapat memperjelas arti kalimt yang asing yang terdapat dalam satu sanad
m.      Takhrij dapat menghilangkan hokum “Syadz” (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu Hadist melalui perbandingan riwayat.
n.        Takhrij dapat membedakan Hadist yang mudraj (yang mengalami penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
o.        Takhrij dapat mengungkapkan keraguan-keraguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi
p.        Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh seorang perawi.
q.        Takhrij dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafal dan yang dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.
r.          Takhrij dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian timbilnya Hadist.
s.         Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya Hadist. Diantara Hadist-hadist ada yang timbul karena perilaku seorang atau kelompok orang. Melalui perbnadingan sanad-sanad yang adamakna “asbab al-wurud” dalam Hadist tersebut akan dapat diketahui dengan jelas
t.          Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan dengan melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada
Secara simple, melalui takhrij kita dapat:
-                      Mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah Hadist
-                      Mengumpulakan berbagai redaksi dari sebuah matan Hadist

4.         Hal-hal yang mendasar dalam takhrij Hadist
Mentakhrij matan suatu hadist berarti mengungkapkan perawi Hadist tersebut dalam kitabnya disertai bab dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kitab tersebut.
            Setelah mentakhrij suatu hadist hendaknya dapat menjelaskan sekitar Hadist tersebut seluas mungkin, seperti kesahihannya, ketersambungan sanadnya dan lain-lain.. Ini tentunya dengan cara membandingkan diantara sanad-sanadnya yang ada.
            Yang menjadi sasaran pokok mencari Hadist adalah materinya. Dan hendaknya kita tidak terkecohkan oleh perbedaan lafal. Selama ada kesamaan Sahabat dan kesamaan pengertian dalam susunan kalimatnya, tetap dinamakan Hadist. Memang wajar bila dalam suatu Hadist terdapat perbedaan kata dalam matan. Imam Zaila’I : “Kewajiban seorang Muhaddists hanyalah membahas materi Hadist dan meneliti perawi yang mengeluarkan. Adapun perbedaan lafal, tambahan atau pengurangan tidak banyak mempengaruhi.”
Ulama-ulama hadis telah menulis tentang kitab takhrij[3] yang paling popular diantaranya:
a.       Kitab Takhriju Ahadisil  Muhazabah, karya Abu Ishaq As-syirazi, tulisan Muhammad bin Musa Al Hazimi-(584 H)
b.      Kitab Takhriju Ahadisil Mukhtasaril Kabir, karya ibnul Hajib, tulisan Ahmad bin Abdul Hadi Al Maqsidi (-774 H)
c.       Kitab Nasbur Rayah Li Ahadisil Hidayah, karya Al-Margigani, tulisan Abdullah bin Yusus Az-zaila’I (-762 H)
d.      Kitab Takhriju Ahadisil Kassyaf, karya Al Jahiz, Tulisan As Zaila’I juga.
e.       Kitab Al Badrul Munir Fi Takhrijill Ahadisi Wal Asarill Waqi’ati Fis Syarhil Kabiri, karya Ar-rafi’I, tulisan Umar bin Ali bin Al Mulqin (-804 H)
f.       Kitab Al Mugni ‘An Hamlil Asfar Fil Asfar Fi Takhriji Ma fil Ihya’ Minal Akhbar, tulisan Abdur Rahim bin Al Husain Al Iraqi (-806 H)
g.      Kitab Takhrij At-turmuzi yang ditandainya dalam setiap tulisan Al Hafiz Al iraqi juga
h.      Kitab At Talkhisul Khabir fi Takhriji Ahadisi Syarhil wajizil Kabir, kitab Ar-Rafi’I, tulisan Ahmad bin Ali bin Hajar Al Asqalani (-852 H)
i.        Kitab Ad-Dirayah Fi Takhriji Ahadisil Hidayah, tulisan Al Hafiz ibnu Hajar juga
j.        Kitab Tuhfatur-Rawi Fi- Takhriji Ahadisil Baidawi, tulisan Abdur-Rauf Al-Munawi 

5. Metode- Metode Takhrij
a)              Takhrij melalui perawi Hadis pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat bila sanad hadisnya bersambung kepada Nabi ( mutashil), atau dari kalangan tabi’in bila hadis itu mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap mereka ( perawi pertama), sahabat, tabi’in. sebagai langkah pertama ialah mengenal terlebih dahulu perawi pertama setiap hadis yang akan kita takhrij melalui kitab-kitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitab-kitab itu. Dan kemudian mencari hadist yang kita inginkan di antara hadis-hadis yang tertera dibawah nama perawi pertamanya itu. Jika kita telah menemukannya maka kita akan menegetahui pula ulama hadis yang meriwayatkannya
Diantara kelebihan-kelebihan metode ini adalah:
-          Metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya ulama hadist yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya.
-          Memberikan manfaat yang tidak sedikit, diantaranya memberikan kesempatan melakukan persanad. Dan juga faedah-faedah lainya yang disebutkan oleh para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini.
Adapun Kekurangan metode ini:
-          Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi pertama hadis yang kita maksud
-          Terdapatnya kesulitan-kesulitan mencari hadis diantara yang tertera dibawah setiap perawi pertamanya. Hali ini karena penyususnan hadis-hadisnya didasarkan perawi-perawinya yang dapat menyulitkan maksud tujuan.
Adapun kitab-kitab yang membantu penggunaan metode ini adalah:
·       Kitab-kitab musnad
Musnad adalah hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat, atau kitab-kitab yang menghimpun hadis tersebut.Musnad yang ditulis para ahli hadis itu cukup banyak hingga mencapai seratus musnad bahkan lebih.Menurut Al-Kattani dalam Ar-Risalatul Mustatrafah bahwa kitab musnad tersebut berjumlah 82 kitab dan selain itu masih banyak lagi[4]. Jadi musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan bab-bab fikih atau berdasarkan huruf hijaiyah, tidak berdasarkan urutan nama sahabat. Karena pada dasarnya hadis riwayat bernilai musnad dan marfu sampai kepada Rosulullah saw, seperti musnad Baqiyi bin Makhlaq Al Andalusia (276 H) yang disusun berdasarkan bab-bab fikih[5].
Berikut ini nama-nama sebagian kitab Musnad:
a.       Musnad Ahmad bin Hambal (-241 H)
b.      Musnad Al Humaidi (-249 H)
c.       Musnad Abu bakar Abdullah bin Az-Zubair Al- Humaidi
d.      Musnad abu dawud sulaiman bin dawud at tayalisi(-204 H)
e.       Musnad asad bin mursal al umawi (-212 H)
·           Kitab-kitab Mu’jam (Al-Ma’ajim)
Kitab mu’jam adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, negara, lainya dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
Adapun kitab-kitab Mu’jam yang mahsur
a.       Al-Mu’jamul Kabir
Kitab ini merupakan karya Abdul Qosim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H). kitab mu’jam ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat sesuai dengan urutan huruf hijaiyah. Kitab ini merupakan kitab mu’jam terbesar didunia.
b.      Al-Mu’jam Ausat
Kitab Mu’jamul Ausat ini adalah karya Abdul Qosim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani. Kitab ini disusun berdasarkan nama-nama gurunya yang hampir mencapai 2000 orang dan didalamnya terdapat 30000 hadis.
c.       Al Mu’jam As-Sagir
kitab ini adalah karya Abul Qosim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani juga. Kitab tersebut meriwayatkan hadis dari 1000 orang guru.
d.      Mujam As-Sahabah
kitab ini adalah karya Ahmad bin Ali bin Lalin Al Hamdaniy(-398 H)
e.       Mu’jam As Sahabah
kitab ini adalah karya Abu Ya’la Ahmad Ali Al Mausili (-308 H)
·       Kitab-kitab Atraf
kitab ini hanya menyebutkan bagian (traf) hadis yang dapat menunjukan keseluruhannya. Kemudian menyebutkan sanad-sanadnya baik secara menyeluruh atau hanya dihubungkan pada kitab-kitab tertentu.Tapi sebagian pengarang juga ada yang menyebutkan sanadnya yang menyeluruh da nada yang hanya menyebutkan gurunya. Pada umunya kitab ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat sesuai urutan hijaiyah tetapi terkadang kitab ini disusun berdasarkan huruf awal matan hadis seperti yang dilakukan Abul Fadl bin Tahir dalam kitab Atraful Gara’ib Wal-Afrad, karya Ad-Daruqtuni[6]. Demikian juga Al-Hafiz Muhammad bin Ali Al-Husaini[7] dalam kitab Al kasysyaf Fi Makrifatil Atraf, yang memuat hadis enam[8].
b)      Dengan cara mengetahui lafal pertama dari matan hadis
Metode ini dipergunakan ketika kita hendak mengetahui lafal pertama dari matan hadis, sebab tanpa mengetahui lafal pertama dari matan hadis sia-sialah usaha kita. Metode ini juga mengkodifikasikan hadis-hadis lafal pertamanya sesuai dengan urutan-urutan hijaiyah, seperti hadis-hadis yang huruf pertamanya alif, ba’, ta dst. Dengan menggunakan metode ini kemungkinan besar kita dapat dengan cepat menemukan hadis-hadis yang dimaksud hanya saja bila terdapat kelainan lafal pertama tersebut sedikitpun akan berakibat  sulit menemukan hadis.
Ada 3 macam kitab yang membantu dalam menggunaka metode ini:
A.    Kitab-kitab tentang hadis yang masyhur dikalangan masyarakat
Hadis-hadis yang masyhur dikalangan masyarakat adalah ucapaan-ucapan yang banyak beredar dan selalu diriwayatkan dikalangan masyarakat, yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Diantara hadis-hadis ini ada yang sohih dan juga ada yang hasan namun sebagian besar adalah daif, maudu’, bahkan ada yang tidak diketahui asalnya.Jadi yang dimaksud masyhur disini adalah menurut pengertian bahasa bukan istilah yaitu tersebar dan terkenalnya suatu hadis dikalangan umat.
B.     Kitab-kitab yang disusun berdasarkan urutan Huruf Hijaiyah
Beberapa kitab asal tidak yang memakai sistematika ini dan menghimpun hadis lengkap dengan sanad-sanadnya sendiri.sistematika kitab seperti ini hanya dipergunakan ulama muta’akh khirin dalam menyusun kitab mereka, dengan cara menghimpun hadis dann beberapa kitab yang berbeda-beda, kemudian membuang sanad-sanadnya yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah agar mudah digunakan. Diantara kitab-kitab tersebut adalah:
-          Al-Jami’us Sagir Min Hadisil Basyirin Nazir
-          Al-Jami’ul Kabir
-          Az-Ziyadatu Ala kitabil jami’is Sagir
-          Al Fathul kabir Fi Dammiz Ziyadati ila Ahadisil Jami’is Sagir
C.     Kitab-kitab miftah (kunci) dan Fahras ( kamus) kitab-kitab hadis tertentu
Sebagian ulama Muta’akhkhirin menyusun kitab-kitab  miftah dan fahras kitab-kitab hadis tertentu, dimana hadis-hadisnya disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah, guna memudahkan mencari hadis dalam kitab-kitab tersebut dalam waktu singkat.
Diantara kitab-kitab Miftah dan Fahras adalah:
-          Kitab miftahus sahihanin, karya At-Tauqadi
-          Kitab Miftahu At-Tartib Li Ahadisi Tarkhil Khatib, karya  Sayyid Ahmad Al Gamari
-          Kitab Al Bugyah Fi Tartibi Ahadisil Hidayah, Karya Sayyid Abdul ‘Aziz Al Gamari
-          Kitab Fahras Li Ahadisi Shahihi Muslim, karya Muhammad Fuad Abdal Baqi
-          Kitab Miftah Li Ahadisi Muwatta’I Malik
-          Kitab Faras Li Tartibi Ahadisi Sunan Ibni Majah, karya Muhammad Fuad Abdul Baqi
c)      Dengan jalan mengetahui Lafal Matan yang sedikit berlakunya
Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik itu berupa isim (nama benda) atau fi’il (kata kerja). Huruf-huruf tidak digunakan dalam metode ini.Hadis-hadis yang dicantumkan hanyalah bagian hadis. Adapun ulama yang meriwayatkan dan nama kitab-kitab induknya dicantumkan dibawah potongan hadis-hadisnya. Para penyusun kitab-kitab takhrij hadis menitikberatkan perletakan hadis-hadisnya menurut lafal-lafal asing. Semakin asing suatu kata, maka pencarian hadis akan semakin mudah dan efisien.
Keistimewaan metode ini:
-          Mempercepat pencarian hadis
-          Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membuat hadis-hadisnya dalam beberapa kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab’juz, bab, dan halaman
-          Memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis
Kekurangan metode ini:
-          Keharusan memiliki kemampuan Bahasa Arab beserta perangkat ilmu yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.
-          Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat,. Untuk mengetahui nama sahabat yang menerima hadis dari Nabi Muhammad SAW mengharuskan kembali kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya dengan kitab ini
-          Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan suatu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
Kita dapat menggunakan  kitab Al Mu’jamul Mufahras Li Alfazil Hadisin Nabawi sebagaimana berikut ini:
Kitab ini merupakan kitab mu’jam yang memuat daftar lafal-lafal hadis dalam sembilsn kitab-kitab hadis yang masyhur, yaitu kitab hadis enam, Muwatta’ Malik, Musnad Ahmad, Musnad Ad darimi.Kitab ini disusun oleh sekelompok orientalis dan diterbitkan oelh sala stau diantara mereka yaitu Dr. Arndegan Wensinck. Seorang dosen bahasa arab di Leiden dan dicetak oleh percetakan berl di leiden belanda. muhammad fuad abdul Baqi adalah seorang yang membantu mereka mentakhrijkan hadis dan menerbitkan kitab mereka. Sistematika kitab Mu’jam ini mendekati sistematika kitab-kitab Mu’jam Legal namun tidak berdasarkan urutan huruf, nama-nama asli (‘alam), dan kata jenis fi’il banyak berlaku seperti qala dan ja’a serta semua kata bentuknya. Adapun susuna pembahasan kitab ini adalah:
1)                 Beberapa jenis kata fi’il madhi, mudori, amar, (isim fa’il), isim maf’ul, dan beberapa bentuk kata setelahnya sesuai dengan damirnya.
-            Bentuk-bentuk fi’il mabni ma’lum dengan persamaanya
-            Bentuk-bentuk fi’il mabni ma’lum tanpa persamaanya
-            Bentuk-bentuk Fi’il Mabni Majhul dengan dan tanpa persamaanya.
Bentuk-bentuk fi’il ini disebutkan yang mujjarad terlebih dahulu, kemudian Mazid, sesuai dengan urutan yang berlaku dikalangan ahlu saraf.
2)                  Beberapa jenis kata Isim
-          Isim yan terbaca rafa’ dan ditanwin
-          Isim yang terbaca ra’fa tanta ditanwin dan persamaanya.
-          Isim yang terbaca rafa’ dan disertai persamaanya
-          Isim yang terbaca jar, karena dimudahkan dan ditanwin
-          Isim yan terbaca jar, karena dimudahkan disertai persamaanya
-          Isim yang terbaca jar. Karena dimudahkan tanpa ditanwin dan tanpa persamaanya
-          Isim yang terbaca jar, karena huruf jar
-          Isim yang terbaca nasab dan ditanwin
-          Isim yang terbaca nasaab tanpa ditanwin dan tanpa persamaanya
-          Isim yang terbaca nasab beserta persamaanya
Bentuk-bentuk kata jenis isim ini, terlebih dahulu disebutkan bentuk mufrad, kemudian bentuk musanna dan jamak sesuai dengan urutan yang berlaku menurut ahli saraf
3)                  Kata-kata bentukan (musytaq)
-          Kata-kata bentukan tanpa penyandaran pada huruf mati
-          Kata-kata bentukan dengan penyandaran huruf mati
d)     Metode Keempat dengan Jalan Mengetahui Pokok Bahasan Hadis
Metode ini hanya dapat digunakan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu dari beberapa pembahasa Hadis, atau oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan luas.Dan karena setiap orang belum tentu menguasai pembahasan hadis, terutama terhadap hadis yang belum jelas pembahasannya. Bagi setiap peneliti harus menempuh metode takhrij ini, dan memang tidak terdapat metode lain yang lebih mudah daripada metode takhrij ini.
Kitab-kitab Pembantu Penggunaan Metode ini:
Mentakhrijkan hadis berdasarkan metode ini dapat memakai kitab-kitab hadis yang tersusun berdasarkan bab dan pembahasan fikih. Kitab-kitab ini dibagi menjadi tiga macam:
-          Kitab hadis yang membahas seluruh masalah keagamaan, yang masyhur diantaranya adalah Al-Jawami, Al-Mustakhrajat Wal Mustadrakat ‘Alal Jawami, Al Ma’ajim, Az-Zawa’id, dan Miftahu  Kunuzis Sunah.
-          Kitab-Kitab yang membahas sebagian besar masalah keagamaan, yang terdapat bermacam-macam kitab, dan yang masyhur diantaranya adalah As-Sunah, Al Musannafat, Al-Muwatta’at, dan Al Mustakhrajat ‘Alas Sunah.
-          Kitab hadis yang membahas masalah atau aspek tertentu dari beberapa masalah atau aspek keagamaan, yang terdapat bermacam-macam kitab, dan yang masyhur diantaranya adalah Al-Ajza, At Targib Wat-Tarhib, Az-Zuhd Wal Fada’il Wal Adab Wal Akhlaq, Al-Ahkam, pembahasan-pembahasan tertentu, kitab-kitab bidang tertentu, kitab-kitab takhrij, dan beberapa kitab syarh hadis serta komentarnya.
e)      Dengan Jalan meneliti sanad dan Matan Hadis
Yang dimaksud dengan Metode ini adalah mempelajari sedalam-dalamnya tentang Keadaan Matan dan Sanad hadist, kemudian mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang khusus membahas keadaan matan dan sanad hadis tersebut.
a)        Penelitian Matan
-            Jika dalam matan hadis terdapat tanda-tanda kepalsuan seperti lemah lafalnya, rusak maknanya atau bertentangan dengan teks Al-Qur’an yang sahih atau sebagainya maka cara yang tepat untuk mengetayu sumbernya adalah melihat kitab-kitab tentang hadis maudu’. Dengan kitab-kitab ini dapat diketahui hadis-hadis yang mempunyai sifat-sifat tersebut diatas, takhrijnya, baahasan, penjelasan tentang orang yang memalsukannya.
Diantara kitab-kitab tentang hadis maudu’ terdapat kitab yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah dan terdapat yang disusun berdasarkan bab-bab fikih.Kitab yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah adalah Al-Maudu’atul Kubra karya syekh Ali Al Qori Al Harawi (1014)[9]. Kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fikih adalah Tanzihuz syariat Al- Marfu’ah Anil Ahadisis syani’ah Al Maudu’ah karya Abdul Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq Al Kinani.(-963 H)[10]
-            Jika matan itu termasuk hadis qudsi, maka sumber yang tepat untuk mencarinya adalah kitab-kitab yang khusus menghimpun hadis Qudsi, karena hadisnya disebutkan hadis dan perawinya secara lengkap.
b)      Penelitian Matan
Jika dalam sanad terdapat kesamaran, seperti:
-            seorang bapak meriwayatkan hadis dari anaknya, maka sumber yang tepat untuk mentakhrijkannya adalah kitab-kitab khusus tentang hadis-hadis riwayat bapak dari anaknya. Seperti kitab Riwayatul Aba ‘Anil Abna’ karya Abu Bakar Ahmad bin Ali Al Khatib Al Bagdadi (-463 H)
-            Sanadnya mursal. Maka dapat dipakai kitab-kitab tentang hadis musalsal, seperti kitab Al Musalsalatul Kubra, karya As suyuti, yang menghimpun 85 hadis musalsal, dan kitab Al Manahilus Salsalah Fil Ahadisil Musalsalah, Karya Muhammad bin Abdul Baqi Al Ayyubi, yang menghimpun 212 hadis
-            Sanadnya mursal. Maka dapat dipakai kitab-kitab tentang hadis mursal, seperti kitab Al-Marsil, karya Abu Daud As sijistani yang disusun berdasarkan bab-bab fikih[11], dan kitab Al Marasil, karya Ibnu Abi Hatim Abdur Rahman Bin Muhammad Al Hanzal Ar Razi (-327 H)[12]
-            Perawinya lemah. Maka dapat dicari dalam kitab-kitab tentang perawi daif dan yang masih dibicarakan kualitasnya seperti kitab Mizanul I’tidal, karya Az-Zahabi.
c)      Penelitian Matan dan Sanad
Dalam hal ini terdapat beberapa sifat dan keadaan seperti adanya illat dan kesamaran baik dalam matan atau sanad hadis.Hadis yang demikian ini dapat dicari dalam kitab-kitab yang khusus yang membicarakan illat dan kesamaran hadis. Diantaranya:
-            ‘ilalul hadis, karya ibnu Abu Hatim Ar Razi, yang disusun berdasarkan bab-bab fikih. Pada tiap-tiap bab disebutkan hadis-hadis yang mengandung illat dan diterangkan illatnya secara baik.[13]
-            Al Asma’ul Mubhamah Fil Anba’il Muhkam, karya Al Katib Al Baghdadi. Dalam kitab ini dibahas hadis-hadis yang matanya mengandung nama-nama atau hal-hal yang samar, kemudian hal ini bisa dijelaskan dengan jalan mengemukakan hadis riwayat lain yang menyebutkan nama atau hal yang samar tersebut secara jelas.[14]
Kitab ini disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah sesuai dengan nama atau hal yang samar itu. Mengetahui nama atau hal yang samar tersebut adalah sulit sekali, karena bagi orang yang mengetahuinya tentu tidak perlu, dan bagi orang yang belum mengetahuinya tidak akan dapat mengetahui tempatnya.
-            Al Mustafad Min Mubhamatil Matni Wal Isnad, karya Abu Zur’ah Ahmad bin Abdur Rahim Al Iraqi. Kitab ini yang disusun berdasarkan bab-bab fikih dan termasuk kitab yang paling berguna serta lengkap dalam membicarakan hal ini[15]



BAB II
PENUTUP

Kesimpulan
Bahwasanya ilmu takhrijhadits sangat perlu dipelajari, karena untuk mengetahui riwayat suatu hadits, baik sanad, matan, perowi dan yang berkaitan dengan hadits.
Ada perbedaan di kalangan ulama hadis dalam mendefenisikan Takhrij hadis, namun dapat disimpulkan bahwa takhrij hadis adalah menelusuri suatu hadis kesumber asalnya pada kitab-kitab Jami, sunan, dan musnad kemudian jika diperlukan menyebutkan kualitas hadis tersebut apakah sohih, Hasan atau doif.
Ada beberapa metode dalam mentakhrij hadis:
-          Takhrij melalui perawi Hadis pertama
-          Dengan cara mengetahui lafal pertama dari matan hadis
-          Dengan jalan mengetahui Lafal Matan yang sedikit berlakunya
-          Metode Keempat dengan Jalan Mengetahui Pokok Bahasan Hadis
-          Dengan Jalan meneliti sanad dan Matan Hadis

Beberapa kitab yang diperlukan dalam mentakhrij hadis adalah:
-            Usul Takhrij oleh mahmud Attahhan.
-            Hushul al-Tafrij oleh Ahmad Ibn. Muhammad Al Gharami.
-             Turuq Takhrij oleh Abd Muhdi
-            al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck
-            Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abd Baqi.
-            Mausu’ah Athraful Hadis an-Nabawi oleh Zaglul.
-            Al-Istiab oleh Ibnu Abd Barr
-            Usul al-Ghabah oleh Abd Atsir
-            Al-Ishobah oleh Ibn Hajar al-Asqolani.
-             Al-Jarh wa at-Ta’di juga karya Ibnu Hajar.




DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Abu. 1994.Metode Takhrij Hadist.Semarang:Dina Utama
At Tahan, Mahmud.1995.Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadist.Surabaya:PT Bina Ilmu






[1] Fathul Mugis, As-Sakhawi, II:338
[2] Sebenarnya menurut Al-Hafiz Al-iraqi masih terdapat sebab lain yang belum disebutkan para ulama terdahulu ketika mentakhrijkan hadis dalam kitabnya. Sebab yang dimaksud adalah,tidak lepasnya manusia untuk melihat kembali setiap ilmu sejauh kemampuannya. Beliau dalam khotbah takhrijnya terhadap kitab ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa jarang sekali ulama-ulam terdahulu menyebutkan hadis-hadis ke dalam karangannya , menjelaskan rawinya dan sohih atau daifnya meski mereka ada ahli dalam hadis kemudian datanglah An Nawawi yang mulai mentakhrijkannya. Memang ulama terdahulu bertujuan agar orang memepelajari kembali setiap ilmu sesuai dengan kemampuannya.Karenanya Ar-Rafi’I yang ahli hadis itu kemudian pindah menekuni fikih padahal beliau lebih alim tentang hadis dari pada an-nawawi. (Faidul Qadir;1:21)
[3] Nama-nama kitab Takhrij yang berjumlah sekitar 40 dapat dibaca dalam kitab Al Risalatul Mustatrafah : 185-190
[4] Ar-Risalatul Mustatrafah:74
[5] Ar-Risalatul Mustatrafah:74-75
[6] Ar-Risalatul Mustatrafah: 170
[7] Al Husainiy adalah murid Al Hafiz Al Mazi (-765 H)
[8] Mukadimah Zakha’irul Mawaris: 4
[9] Kitab ini dicetak dan diterbitkan oleh Maktabatul Matbu’atul Islamiyyah, Halib, tahun 1389 H/1969 M dengan pengesahan syekh Fattah Abu Gadah dan disajikan dengan bahasa yang menarik
[10]Kitab ini dicetak oleh percetakan ‘Atif.Mesir yang diterbitkan oleh Al-Maktabah Al Qahirah, dengan pengesahan dan komentar sayyid Abdullah bin Muhammad bin As-sidiq, Al Gamiri dan syekh Abdul Wahab Abdul Latif pada tahun 1375 H.
[11] Kitab ini telah dicetak di Mesir oleh Percetakan Muhammad Ali Subaih
[12]Kitab ini juga dicetak di Baghdad oleh Maktabah Al Musanna dibawah pengawasan Subhi As Samuri
[13] Kitab ini dicetak pada tahun 1314 H dengan pemeriksaan Muhibbudin Al-Khatib, kemudian diterbitkan di Baghdad oelh Maktabah Al Musanna menjadi dua jilid
[14] Kitab ini belum pernah dicetak, hanya pernah dideskripsikan sebagai pengesahan (tahqiq) dalam penelitian ilmiah guna memperoleh gelar master pada jurusan tafsir hadis Fakultas usuluddin, Universitas Islam Al Imam Muhammad bin Su’ud, Riyad,dibawah bimbingan kami (pengarang: Dr. Mahmud At-Tahhan). Semoga kitab ini secepatnya dicetak dengan baik dan mudah penggunaannya.
[15] Kitab ini telah banyak dicetak oleh percetakan Riyad, Saudi Arabia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar