BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Ilmu Takhrij adalah merupakan kunci
perbendaharaan Hadist. Faedahnya sangat jelas ketika kita mengetahui suatu
Hadist, tetapi kita tidak mengenal Hadist tersebut, apakah ia benar-benar
bersumber dari Rasulullah SAW atau tidak.
Ilmu
takhrij juga memperkenalkan metode-metode untuk dapat sampai pada Hadist yang
dikehendaki. Masing-masing metode dapat dipergunakan tanpa ada keharusan
hubungan dengan metode lainnya. Bila telah memahami masing-masing metode dengan
baik, maka akan lebih mudah mencari Hadist yang dimaksud.
Setiap
kitab-kitab induk Hadist tersusun menurut susunan tertentu yang berbeda satu
sama lainnya. Ini memerlukan suatu cara ilmiah yang membuat penelitian pencarian
Hadist menjadi praktis. Cara ilmiah praktis inilah yang membuat kajian ilmu
takhrij.
Ilmu
takhrij pada mulanya hanyalah berupa tuturan kata-kata yang belum tertulis
menjadi sebuah kitab. Ilmu Takhrij sebenarnya sulit diungkapkan dalam bentuk
tulisan.
Takhrij
secara sederhana dapat dikatakan sebagai mengeluarkan atau mengungkapkan Hadist
kembali dan mengangkatnya ke permukaan dari sumber-sumber aslinya seperti
seorang di tengah padang pasir dalam keadaan dahaga menyiduk satu genggam air
dari sumbernya yang terjernih. Dari situ banyak hal yanh dapat dilakukan untuk
kebaian-kebaikan bersama.
Berdasarkan
Kenyataan-kenyataan diatas maka kami akan membahas makalah dengan judul “ TEORI
TAKHRIJ HADIST”.
2. Rumusan
Masalah
a) Apa
yang dimaksud dengan Takhrij?
b) Bagaimana
sejarah Takhrij?
c) Apa
tujuan dan manfaat Takhrij?
d) Apa
hal yang mendasar dalam Tahrij hadist?
e) Apa
metode Takhrij secara umum?
3. Tujuan
penulisan
a) Mengetahui yang dimaksud dengan Takhrij
b) Mengetahui
sejarah Takhrij
c) Mengetahui tujuan dan manfaat Takhrij
d) Mengetahui
hal yang mendasar dalam Tahrij hadist
e) Mengetahui
metode Takhrij secara umum
BAB
II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN TAKHRIJ
Secara
etimologis takhrij berasal dari kharraja yang berarti tampak atau jelas. Dengan kata lain takhrij adalah kumpulan dua
perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah.
Sedangkan
secara terminologis adalah menunjukan tempat hadist pada sumber-sumber aslinya,
dimana hadist tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian
menjelaskan derajatnya jika diperlukan.
Penjelasan definisi:
a. Menunjukan
tempat hadist, berarti menyebutkan kitab-kitab tempat hadist tersebut. Misalnya
perkataan Akhrojahul Bukhori Fi Shohihi , maksudnya Al-Bukhori telah
mentarjihkan dalam kitab sahihnya.
b. Sumber-sumber
asli hadist ialah:
-
Kitab-kitab hadist yang dihimpun para
pengarang dengan jalan yang diterima dari guru-gurunya dan lengkap dengan
sanad-sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW, seperti kitab hadis enam,
muwatta imam Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-Hakim, dan Musannaf Abdur Razzaq
dll.
-
Kitab-kitab hadis pengikut ( tabi’i)
kitab-kitab hadis pokok diatas, seperti kitab-kitab yang menghimpun kitab-kitab
hadist disana, misalnya kitab Al Jam’u Baina Sahihaini, karya Al Humadi
kitab-kitab yang menghimpun bagian terkecil (tarf) kitab-kitab hadist diatas.
Misalnya kitab Tuhfatul Asyraf bi Ma’rifatil Atraf karya Al Mazi
-
Kitab-kitab selain hadis misalnya kitab
tafsir,fikih, dan sejarah yang didukung hadis dengan syarat, penulisnya
meriwayatkan lengkap dengan sanadnya sendiri. ketika menyebutkan hadis-hadis
tersebut sebagai pendukung, pengarangnya selalu meriwayatkan dari para gurunya
lengkap dengan sanad-sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad saw dan tidak
mengambil karya lain yang sebelumnya. Inilah yang dimaksud dengan sumber-sumber
hadis yang asli. Kitab-kitab yang tidak terhitung sebagai sumbet asli adalah
kitab-kitab yang hanya menghimpun hadis-hadis hukum, misalnya kitab Bulugul
Maram Min Adillatul Ahkam, karya Hafiz ibnu Hajar.
c. Menjelaskan
derajat (nilai) hadis ketika diperlukan. Maksudnya menjelaskan nilainya, baik shahih, daif, dan sesamanya
jika diperlukan. Karena itu, menjelaskan nilai hadis tidak merupakan hal yang
mendasar dalam menakhrijkan hadis, melainkan hanya penyempurnaan yang harus
dipenuhi ketika diperluakan.
Sedangkan menurut ahli
hadis takhrij mempunyai pengertian yang banyak :
1) Sinonim
kata ikhroju yang berarti menjelaskan hadis pada orang lain dengan menyebutkan
mukhrijnya yaitu para perawi dalam sanad hadis, dimana suatu hadis keluar dari
jalan mereka
2)
Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari
beberapa kitab. Dalam kitab Fatul Mugis, As-Sakhawi menyebutkan Takhrij adalah
periwayatan seorang ahli hadis terhadap satu hadis dari beberapa juz, guru,
kitab dan sesamanya. Baik dari riwayat sendiri, sebagian guru, teman sesamanya
membicarakannya dan menisbatkannya pada orang yang meriwayatkan yaitu par imam
yang mempunyai kitab dan kodifikasi hadis[1].
3)
Ad-Dilalah artinya menunjukan kitab-kitab
sumber hadis dan menisbatkannya dengan cara menyebutkan para rawinya, yaitu
para pengarang kitab-kitab sumber hadis tersebut
Tetapi menurut para
ulama pengertian takhrij yang paling popular dan berlaku dikalangan ahli hadis
adalah yang ketiga, terutama setelah para ulama-ulama itu mentakhrijkan hadis
yang tertulis dalam beberapa kitab.
2.
Sejarah
Tentang Takhrij
Para ulama dan peneliti
hadis terdahulu tidak membutuhkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok takhrij, karena
pengetahuan mereka sangat luas dan ingatan mereka sangat kuat terhadap
sumber-sumber sunah.Ketika mereka membutuhkan hadis sebagai penguat, dalam
waktu singkat mereka dapat menemukan tempatnya dalam kitab-kitab hadis bahkan
juznya. Atau setidaknya mereka dapat mengetahuinya dalam kitab-kitab hadis
berdasarkan dugaan yang kuat. Disamping itu mereka mengetahui sistematika
penyusunan kitab-kitab hadis sehingga mudah bagi mereka untuk mempergunakan dan
memeriksa kembali guna mendapatkan hadis, pada kitab-kitab selain hadis karena
ia berkemampuan mengetahui sumbernya dan dapat sampai pada tempatnya dengan
mudah.
Keadaan seperti ini
berlangsung sampai berabad-abad, hingga pengetahuan para ulama tentang
kitab-kitab Hadist dan sumber aslinya menjadi sempit, maka sulitlah bagi mereka
untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang menjadi dasar ilmu syar’I seperti
fikih, tafsir, sejarah[2]dan
sebagainya. Maka dari kenyataan inilah sebagian ulama bangkit untuk membela hadis dengan cara menakhrijkannya dari kitab-kitab selain
hadis, menisbatkannya pada sumber asli, menyebutkan sanad-sanadnya dan
membicarakan kesohihan dan kedoifannya sebagian atau seluruhnya. Maka munculah
kitab-kitab Takhrij. Dan kitab-kitan yang mula-mula dikarang adalah kitab-kitab
yang di takhrijkan hadisnya oleh Al Khatib Al Baghdadi (-463 H).
Setelah
itu kemudian berturut-turut muncul kitab-kitab Takhrij, hingga menjadi popular
dan banyak sekali jumlahnya sampai berpuluh-puluh kitab.Karena itu ulama ahli
hadis mempunyai perhatian yang besar terhadap kitab-kitab yang telah
ditakhrijkan hadisnya dan berikutnya mereka mempunyai kepedulian yang tinggi
terhadap hadis Nabi, sehingga tertutuplah kesempatan yang banyak untuk
menjelaskan kitab-kitab hadis. Seandainya mereka tidak menempuh usaha yang
besra ini, tentu terdapat ketimpangan yang banyak dalam mengembangkan
kitab-kitab ilmu syar’I dan kita akan mengalami susah payah untuk mencari
sumber-sumber hadis.
Kemudian
datanglah masa yang jauh berbeda dengan masa-masa tersebut, yaitu jika
seseorang yang menuntut ilmu menjumpai suatu hadis dalam kitab yang hanya
menyebutkan petunjuk singkat terhadap sumber aslinya, maka ia tidak mengetahui
cara memperoleh teks hadis tersebut pada sumber aslinya. Hal ini karena
terbatasnya pengetahuan mereka tentang cara penyusunan kitab yang menjadi
sumber asli tersebut dan pembagian babnya. Demikian juga, jika iaa hendak
menguatkan dengan Hadis dalam suatu pembahasannya. Sedang ia mengetahui bahwa
hadis yang dimaksud terdapat dalam sahih Bukhori, Musnad Ahmad atau Mustadrak
Al-Hakim, maka ia tidak akan mendapatkannya dalam sumber asli, karena mereka
tidak mengetahui sistematika penyusunanya
3. Tujuan
Dan Manfaat Takhrij
Takhrij hadist bertujuan
mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij.Tujuan lainnya adalah mengetahui
di tolak atau diterimanya hadist – hadist tersebut. Dengan cara ini, kita akan
mengetahui hadist – hadist yang pengutipannya memerhatikan kaidah – kaidah
ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist tersebut menjadi jelas, baik asal –
usul maupun kualitasnya.
Takhrij Hadist memberikan manfaat
yang sangat banyak. Dengan adanya Takhrij kita dapat sampai kepada
perbendaharaan-perbendaharaan Sunnah Nabi. Tanpa keberadaan Takhrij seorang
tidak mungkin akan dapat mengungkapkannya. Diantara kegunaan Takhrij ialah:
a.
Takhrij
memperkenalkan sumber-sumber Hadist, kitab-kitab asal dimana suatu Hadist
berada beserta Ulama yang meriwayatkannya.
b.
Takhrij
dapat menambah perbendaharaan sanad Hadist-hadist melalui kitab-kitab yang
ditunjukkinyasemakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadist, semakin
banyak kitab-kitab pula perbendaharaan sanad yang kita miliki.
c.
Takhrij
dapat memperjelas sanadnya. Dengan membandingkan riwayat-riwayat Hadist yang
banyak itu maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut muqathi’, mu’dhal dan
lain-lain. Demikian pula dapat diketahuai apakah status riwayat tersebut
shahih, dha’if dsb
d.
Takhrij
memperjelas hokum Hadist dengan banyak riwayatnya itu. Terkadang kita dapatkan
suatu Hadist dha’if melalui suatu riwayat, namun dengan takhrij kemungkinankita
akan dapati riwayat lain yang shahih. Hadist yang shahih itu akan mengangkat
hokum hadist yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
e.
Dengan
takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum
Hadist.
f.
Takhrij
dapat memperjelas perawi Hadist yang samar. Karena terkadang kita dapati
seorang perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti Muhammad, Khalid dan
lain-lain. Dengan adanya Takhrij kemungkinan kita dapat mengetahui nama perawi
yang sebenarnya secara lengkap.
g.
Takhrij
dapat memperjelas perawi Hadist yang tidak diketahui namanya melalui
perbandingan diantara sanad-sanadnya.
h.
Takhrij
dapat menafikkan pemakaian “AN” dalam periwayatan Hadist oleh seorang perawi
mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas
ketersinambungan sanadnya, maka periwayatan yang memakai “AN” tadi akan tampak
pula ketersinambungan sanadnya.
i.
Takhrij
dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
j.
Takhrij
dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena kemungkinan saja
dada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain
maka nama perawi iyu akan menjadi jelas.
k.
Takhrij
dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad
l.
Takhrij
dapat memperjelas arti kalimt yang asing yang terdapat dalam satu sanad
m.
Takhrij
dapat menghilangkan hokum “Syadz” (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat
tsiqat) yang terdapat pada suatu Hadist melalui perbandingan riwayat.
n.
Takhrij
dapat membedakan Hadist yang mudraj (yang mengalami penyusupan sesuatu) dari
yang lainnya.
o.
Takhrij
dapat mengungkapkan keraguan-keraguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang
perawi
p.
Takhrij
dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh seorang perawi.
q.
Takhrij
dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafal dan yang
dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.
r.
Takhrij
dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian timbilnya Hadist.
s.
Takhrij
dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya Hadist. Diantara Hadist-hadist ada yang
timbul karena perilaku seorang atau kelompok orang. Melalui perbnadingan
sanad-sanad yang adamakna “asbab al-wurud” dalam Hadist tersebut akan dapat
diketahui dengan jelas
t.
Takhrij
dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan dengan melalui
perbandingan-perbandingan sanad yang ada
Secara simple, melalui takhrij
kita dapat:
-
Mengumpulkan
berbagai sanad dari sebuah Hadist
-
Mengumpulakan
berbagai redaksi dari sebuah matan Hadist
4.
Hal-hal
yang mendasar dalam takhrij Hadist
Mentakhrij
matan suatu hadist berarti mengungkapkan perawi Hadist tersebut dalam kitabnya
disertai bab dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kitab tersebut.
Setelah
mentakhrij suatu hadist hendaknya dapat menjelaskan sekitar Hadist tersebut
seluas mungkin, seperti kesahihannya, ketersambungan sanadnya dan lain-lain..
Ini tentunya dengan cara membandingkan diantara sanad-sanadnya yang ada.
Yang
menjadi sasaran pokok mencari Hadist adalah materinya. Dan hendaknya kita tidak
terkecohkan oleh perbedaan lafal. Selama ada kesamaan Sahabat dan kesamaan
pengertian dalam susunan kalimatnya, tetap dinamakan Hadist. Memang wajar bila
dalam suatu Hadist terdapat perbedaan kata dalam matan. Imam Zaila’I :
“Kewajiban seorang Muhaddists hanyalah membahas materi Hadist dan meneliti
perawi yang mengeluarkan. Adapun perbedaan lafal, tambahan atau pengurangan
tidak banyak mempengaruhi.”
Ulama-ulama hadis telah
menulis tentang kitab takhrij[3]
yang paling popular diantaranya:
a. Kitab
Takhriju Ahadisil Muhazabah, karya Abu
Ishaq As-syirazi, tulisan Muhammad bin Musa Al Hazimi-(584 H)
b. Kitab
Takhriju Ahadisil Mukhtasaril Kabir, karya ibnul Hajib, tulisan Ahmad bin Abdul
Hadi Al Maqsidi (-774 H)
c. Kitab
Nasbur Rayah Li Ahadisil Hidayah, karya Al-Margigani, tulisan Abdullah bin
Yusus Az-zaila’I (-762 H)
d. Kitab
Takhriju Ahadisil Kassyaf, karya Al Jahiz, Tulisan As Zaila’I juga.
e. Kitab
Al Badrul Munir Fi Takhrijill Ahadisi Wal Asarill Waqi’ati Fis Syarhil Kabiri,
karya Ar-rafi’I, tulisan Umar bin Ali bin Al Mulqin (-804 H)
f. Kitab
Al Mugni ‘An Hamlil Asfar Fil Asfar Fi Takhriji Ma fil Ihya’ Minal Akhbar,
tulisan Abdur Rahim bin Al Husain Al Iraqi (-806 H)
g. Kitab
Takhrij At-turmuzi yang ditandainya dalam setiap tulisan Al Hafiz Al iraqi juga
h. Kitab
At Talkhisul Khabir fi Takhriji Ahadisi Syarhil wajizil Kabir, kitab Ar-Rafi’I,
tulisan Ahmad bin Ali bin Hajar Al Asqalani (-852 H)
i.
Kitab Ad-Dirayah Fi Takhriji Ahadisil
Hidayah, tulisan Al Hafiz ibnu Hajar juga
j.
Kitab Tuhfatur-Rawi Fi- Takhriji
Ahadisil Baidawi, tulisan Abdur-Rauf Al-Munawi
5. Metode-
Metode Takhrij
a)
Takhrij melalui perawi Hadis pertama
Metode
ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari
kalangan sahabat bila sanad hadisnya bersambung kepada Nabi ( mutashil), atau
dari kalangan tabi’in bila hadis itu mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij
ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap mereka ( perawi
pertama), sahabat, tabi’in. sebagai langkah pertama ialah mengenal terlebih
dahulu perawi pertama setiap hadis yang akan kita takhrij melalui
kitab-kitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam
kitab-kitab itu. Dan kemudian mencari hadist yang kita inginkan di antara
hadis-hadis yang tertera dibawah nama perawi pertamanya itu. Jika kita telah
menemukannya maka kita akan menegetahui pula ulama hadis yang meriwayatkannya
Diantara
kelebihan-kelebihan metode ini adalah:
-
Metode ini memperpendek masa proses
takhrij dengan diperkenalkannya ulama hadist yang meriwayatkannya beserta
kitab-kitabnya.
-
Memberikan manfaat yang tidak sedikit,
diantaranya memberikan kesempatan melakukan persanad. Dan juga faedah-faedah
lainya yang disebutkan oleh para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode
ini.
Adapun
Kekurangan metode ini:
-
Metode ini tidak dapat digunakan dengan
baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi pertama hadis yang kita maksud
-
Terdapatnya kesulitan-kesulitan mencari
hadis diantara yang tertera dibawah setiap perawi pertamanya. Hali ini karena
penyususnan hadis-hadisnya didasarkan perawi-perawinya yang dapat menyulitkan
maksud tujuan.
Adapun
kitab-kitab yang membantu penggunaan metode ini adalah:
· Kitab-kitab
musnad
Musnad
adalah hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat, atau kitab-kitab yang
menghimpun hadis tersebut.Musnad yang ditulis para ahli hadis itu cukup banyak
hingga mencapai seratus musnad bahkan lebih.Menurut Al-Kattani dalam
Ar-Risalatul Mustatrafah bahwa kitab musnad tersebut berjumlah 82 kitab dan
selain itu masih banyak lagi[4].
Jadi musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan bab-bab fikih
atau berdasarkan huruf hijaiyah, tidak berdasarkan urutan nama sahabat. Karena
pada dasarnya hadis riwayat bernilai musnad dan marfu sampai kepada Rosulullah
saw, seperti musnad Baqiyi bin Makhlaq Al Andalusia (276 H) yang disusun
berdasarkan bab-bab fikih[5].
Berikut
ini nama-nama sebagian kitab Musnad:
a. Musnad
Ahmad bin Hambal (-241 H)
b. Musnad
Al Humaidi (-249 H)
c. Musnad
Abu bakar Abdullah bin Az-Zubair Al- Humaidi
d. Musnad
abu dawud sulaiman bin dawud at tayalisi(-204 H)
e. Musnad
asad bin mursal al umawi (-212 H)
·
Kitab-kitab Mu’jam (Al-Ma’ajim)
Kitab
mu’jam adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat,
guru-gurunya, negara, lainya dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu berdasarkan
urutan huruf hijaiyah.
Adapun
kitab-kitab Mu’jam yang mahsur
a. Al-Mu’jamul
Kabir
Kitab
ini merupakan karya Abdul Qosim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H). kitab
mu’jam ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat sesuai dengan urutan huruf
hijaiyah. Kitab ini merupakan kitab mu’jam terbesar didunia.
b. Al-Mu’jam
Ausat
Kitab
Mu’jamul Ausat ini adalah karya Abdul Qosim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani.
Kitab ini disusun berdasarkan nama-nama gurunya yang hampir mencapai 2000 orang
dan didalamnya terdapat 30000 hadis.
c. Al
Mu’jam As-Sagir
kitab
ini adalah karya Abul Qosim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani juga. Kitab tersebut
meriwayatkan hadis dari 1000 orang guru.
d. Mujam
As-Sahabah
kitab
ini adalah karya Ahmad bin Ali bin Lalin Al Hamdaniy(-398 H)
e. Mu’jam
As Sahabah
kitab
ini adalah karya Abu Ya’la Ahmad Ali Al Mausili (-308 H)
· Kitab-kitab
Atraf
kitab
ini hanya menyebutkan bagian (traf) hadis yang dapat menunjukan keseluruhannya.
Kemudian menyebutkan sanad-sanadnya baik secara menyeluruh atau hanya dihubungkan
pada kitab-kitab tertentu.Tapi sebagian pengarang juga ada yang menyebutkan
sanadnya yang menyeluruh da nada yang hanya menyebutkan gurunya. Pada umunya
kitab ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat sesuai urutan hijaiyah
tetapi terkadang kitab ini disusun berdasarkan huruf awal matan hadis seperti
yang dilakukan Abul Fadl bin Tahir dalam kitab Atraful Gara’ib Wal-Afrad, karya
Ad-Daruqtuni[6].
Demikian juga Al-Hafiz Muhammad bin Ali Al-Husaini[7]
dalam kitab Al kasysyaf Fi Makrifatil Atraf, yang memuat hadis enam[8].
b) Dengan
cara mengetahui lafal pertama dari matan hadis
Metode
ini dipergunakan ketika kita hendak mengetahui lafal pertama dari matan hadis,
sebab tanpa mengetahui lafal pertama dari matan hadis sia-sialah usaha kita.
Metode ini juga mengkodifikasikan hadis-hadis lafal pertamanya sesuai dengan
urutan-urutan hijaiyah, seperti hadis-hadis yang huruf pertamanya alif, ba’, ta
dst. Dengan menggunakan metode ini kemungkinan besar kita dapat dengan cepat
menemukan hadis-hadis yang dimaksud hanya saja bila terdapat kelainan lafal
pertama tersebut sedikitpun akan berakibat
sulit menemukan hadis.
Ada
3 macam kitab yang membantu dalam menggunaka metode ini:
A. Kitab-kitab
tentang hadis yang masyhur dikalangan masyarakat
Hadis-hadis
yang masyhur dikalangan masyarakat adalah ucapaan-ucapan yang banyak beredar
dan selalu diriwayatkan dikalangan masyarakat, yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw. Diantara hadis-hadis ini ada yang sohih dan juga ada yang hasan
namun sebagian besar adalah daif, maudu’, bahkan ada yang tidak diketahui
asalnya.Jadi yang dimaksud masyhur disini adalah menurut pengertian bahasa
bukan istilah yaitu tersebar dan terkenalnya suatu hadis dikalangan umat.
B. Kitab-kitab
yang disusun berdasarkan urutan Huruf Hijaiyah
Beberapa
kitab asal tidak yang memakai sistematika ini dan menghimpun hadis lengkap
dengan sanad-sanadnya sendiri.sistematika kitab seperti ini hanya dipergunakan
ulama muta’akh khirin dalam menyusun kitab mereka, dengan cara menghimpun hadis
dann beberapa kitab yang berbeda-beda, kemudian membuang sanad-sanadnya yang
disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah agar mudah digunakan. Diantara
kitab-kitab tersebut adalah:
-
Al-Jami’us Sagir Min Hadisil Basyirin
Nazir
-
Al-Jami’ul Kabir
-
Az-Ziyadatu Ala kitabil jami’is Sagir
-
Al Fathul kabir Fi Dammiz Ziyadati ila
Ahadisil Jami’is Sagir
C. Kitab-kitab
miftah (kunci) dan Fahras ( kamus) kitab-kitab hadis tertentu
Sebagian
ulama Muta’akhkhirin menyusun kitab-kitab
miftah dan fahras kitab-kitab hadis tertentu, dimana hadis-hadisnya
disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah, guna memudahkan mencari hadis dalam
kitab-kitab tersebut dalam waktu singkat.
Diantara
kitab-kitab Miftah dan Fahras adalah:
-
Kitab miftahus sahihanin, karya
At-Tauqadi
-
Kitab Miftahu At-Tartib Li Ahadisi
Tarkhil Khatib, karya Sayyid Ahmad Al
Gamari
-
Kitab Al Bugyah Fi Tartibi Ahadisil
Hidayah, Karya Sayyid Abdul ‘Aziz Al Gamari
-
Kitab Fahras Li Ahadisi Shahihi Muslim,
karya Muhammad Fuad Abdal Baqi
-
Kitab Miftah Li Ahadisi Muwatta’I Malik
-
Kitab Faras Li Tartibi Ahadisi Sunan
Ibni Majah, karya Muhammad Fuad Abdul Baqi
c) Dengan
jalan mengetahui Lafal Matan yang sedikit berlakunya
Metode
ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik itu
berupa isim (nama benda) atau fi’il (kata kerja). Huruf-huruf tidak digunakan
dalam metode ini.Hadis-hadis yang dicantumkan hanyalah bagian hadis. Adapun
ulama yang meriwayatkan dan nama kitab-kitab induknya dicantumkan dibawah
potongan hadis-hadisnya. Para penyusun kitab-kitab takhrij hadis
menitikberatkan perletakan hadis-hadisnya menurut lafal-lafal asing. Semakin
asing suatu kata, maka pencarian hadis akan semakin mudah dan efisien.
Keistimewaan
metode ini:
-
Mempercepat pencarian hadis
-
Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan
metode ini membuat hadis-hadisnya dalam beberapa kitab-kitab induk dengan
menyebutkan nama kitab’juz, bab, dan halaman
-
Memungkinkan pencarian hadis melalui
kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis
Kekurangan
metode ini:
-
Keharusan memiliki kemampuan Bahasa Arab
beserta perangkat ilmu yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk
mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.
-
Metode ini tidak menyebutkan perawi dari
kalangan sahabat,. Untuk mengetahui nama sahabat yang menerima hadis dari Nabi
Muhammad SAW mengharuskan kembali kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya
dengan kitab ini
-
Terkadang suatu hadis tidak didapatkan
dengan suatu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata
lain.
Kita
dapat menggunakan kitab Al Mu’jamul
Mufahras Li Alfazil Hadisin Nabawi sebagaimana berikut ini:
Kitab
ini merupakan kitab mu’jam yang memuat daftar lafal-lafal hadis dalam sembilsn
kitab-kitab hadis yang masyhur, yaitu kitab hadis enam, Muwatta’ Malik, Musnad
Ahmad, Musnad Ad darimi.Kitab ini disusun oleh sekelompok orientalis dan
diterbitkan oelh sala stau diantara mereka yaitu Dr. Arndegan Wensinck. Seorang
dosen bahasa arab di Leiden dan dicetak oleh percetakan berl di leiden belanda.
muhammad fuad abdul Baqi adalah seorang yang membantu mereka mentakhrijkan
hadis dan menerbitkan kitab mereka. Sistematika kitab Mu’jam ini mendekati
sistematika kitab-kitab Mu’jam Legal namun tidak berdasarkan urutan huruf,
nama-nama asli (‘alam), dan kata jenis fi’il banyak berlaku seperti qala dan
ja’a serta semua kata bentuknya. Adapun susuna pembahasan kitab ini adalah:
1)
Beberapa jenis kata fi’il madhi, mudori,
amar, (isim fa’il), isim maf’ul, dan beberapa bentuk kata setelahnya sesuai
dengan damirnya.
-
Bentuk-bentuk fi’il mabni ma’lum dengan
persamaanya
-
Bentuk-bentuk fi’il mabni ma’lum tanpa
persamaanya
-
Bentuk-bentuk Fi’il Mabni Majhul dengan
dan tanpa persamaanya.
Bentuk-bentuk
fi’il ini disebutkan yang mujjarad terlebih dahulu, kemudian Mazid, sesuai
dengan urutan yang berlaku dikalangan ahlu saraf.
2)
Beberapa jenis kata Isim
-
Isim yan terbaca rafa’ dan ditanwin
-
Isim yang terbaca ra’fa tanta ditanwin
dan persamaanya.
-
Isim yang terbaca rafa’ dan disertai
persamaanya
-
Isim yang terbaca jar, karena dimudahkan
dan ditanwin
-
Isim yan terbaca jar, karena dimudahkan
disertai persamaanya
-
Isim yang terbaca jar. Karena dimudahkan
tanpa ditanwin dan tanpa persamaanya
-
Isim yang terbaca jar, karena huruf jar
-
Isim yang terbaca nasab dan ditanwin
-
Isim yang terbaca nasaab tanpa ditanwin
dan tanpa persamaanya
-
Isim yang terbaca nasab beserta
persamaanya
Bentuk-bentuk
kata jenis isim ini, terlebih dahulu disebutkan bentuk mufrad, kemudian bentuk
musanna dan jamak sesuai dengan urutan yang berlaku menurut ahli saraf
3)
Kata-kata bentukan (musytaq)
-
Kata-kata bentukan tanpa penyandaran
pada huruf mati
-
Kata-kata bentukan dengan penyandaran
huruf mati
d) Metode
Keempat dengan Jalan Mengetahui Pokok Bahasan Hadis
Metode
ini hanya dapat digunakan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu
dari beberapa pembahasa Hadis, atau oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan
luas.Dan karena setiap orang belum tentu menguasai pembahasan hadis, terutama
terhadap hadis yang belum jelas pembahasannya. Bagi setiap peneliti harus menempuh
metode takhrij ini, dan memang tidak terdapat metode lain yang lebih mudah
daripada metode takhrij ini.
Kitab-kitab
Pembantu Penggunaan Metode ini:
Mentakhrijkan
hadis berdasarkan metode ini dapat memakai kitab-kitab hadis yang tersusun
berdasarkan bab dan pembahasan fikih. Kitab-kitab ini dibagi menjadi tiga
macam:
-
Kitab hadis yang membahas seluruh
masalah keagamaan, yang masyhur diantaranya adalah Al-Jawami, Al-Mustakhrajat
Wal Mustadrakat ‘Alal Jawami, Al Ma’ajim, Az-Zawa’id, dan Miftahu Kunuzis Sunah.
-
Kitab-Kitab yang membahas sebagian besar
masalah keagamaan, yang terdapat bermacam-macam kitab, dan yang masyhur
diantaranya adalah As-Sunah, Al Musannafat, Al-Muwatta’at, dan Al Mustakhrajat
‘Alas Sunah.
-
Kitab hadis yang membahas masalah atau
aspek tertentu dari beberapa masalah atau aspek keagamaan, yang terdapat
bermacam-macam kitab, dan yang masyhur diantaranya adalah Al-Ajza, At Targib
Wat-Tarhib, Az-Zuhd Wal Fada’il Wal Adab Wal Akhlaq, Al-Ahkam,
pembahasan-pembahasan tertentu, kitab-kitab bidang tertentu, kitab-kitab
takhrij, dan beberapa kitab syarh hadis serta komentarnya.
e) Dengan
Jalan meneliti sanad dan Matan Hadis
Yang
dimaksud dengan Metode ini adalah mempelajari sedalam-dalamnya tentang Keadaan
Matan dan Sanad hadist, kemudian mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang
khusus membahas keadaan matan dan sanad hadis tersebut.
a)
Penelitian Matan
-
Jika dalam matan hadis terdapat
tanda-tanda kepalsuan seperti lemah lafalnya, rusak maknanya atau bertentangan
dengan teks Al-Qur’an yang sahih atau sebagainya maka cara yang tepat untuk
mengetayu sumbernya adalah melihat kitab-kitab tentang hadis maudu’. Dengan
kitab-kitab ini dapat diketahui hadis-hadis yang mempunyai sifat-sifat tersebut
diatas, takhrijnya, baahasan, penjelasan tentang orang yang memalsukannya.
Diantara kitab-kitab tentang hadis
maudu’ terdapat kitab yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah dan
terdapat yang disusun berdasarkan bab-bab fikih.Kitab yang disusun berdasarkan
huruf hijaiyah adalah Al-Maudu’atul Kubra karya syekh Ali Al Qori Al Harawi
(1014)[9].
Kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fikih adalah Tanzihuz syariat Al- Marfu’ah
Anil Ahadisis syani’ah Al Maudu’ah karya Abdul Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq
Al Kinani.(-963 H)[10]
-
Jika matan itu termasuk hadis qudsi,
maka sumber yang tepat untuk mencarinya adalah kitab-kitab yang khusus
menghimpun hadis Qudsi, karena hadisnya disebutkan hadis dan perawinya secara
lengkap.
b) Penelitian
Matan
Jika
dalam sanad terdapat kesamaran, seperti:
-
seorang bapak meriwayatkan hadis dari
anaknya, maka sumber yang tepat untuk mentakhrijkannya adalah kitab-kitab
khusus tentang hadis-hadis riwayat bapak dari anaknya. Seperti kitab Riwayatul
Aba ‘Anil Abna’ karya Abu Bakar Ahmad bin Ali Al Khatib Al Bagdadi (-463 H)
-
Sanadnya mursal. Maka dapat dipakai
kitab-kitab tentang hadis musalsal, seperti kitab Al Musalsalatul Kubra, karya
As suyuti, yang menghimpun 85 hadis musalsal, dan kitab Al Manahilus Salsalah
Fil Ahadisil Musalsalah, Karya Muhammad bin Abdul Baqi Al Ayyubi, yang
menghimpun 212 hadis
-
Sanadnya mursal. Maka dapat dipakai
kitab-kitab tentang hadis mursal, seperti kitab Al-Marsil, karya Abu Daud As
sijistani yang disusun berdasarkan bab-bab fikih[11],
dan kitab Al Marasil, karya Ibnu Abi Hatim Abdur Rahman Bin Muhammad Al Hanzal
Ar Razi (-327 H)[12]
-
Perawinya lemah. Maka dapat dicari dalam
kitab-kitab tentang perawi daif dan yang masih dibicarakan kualitasnya seperti
kitab Mizanul I’tidal, karya Az-Zahabi.
c) Penelitian
Matan dan Sanad
Dalam
hal ini terdapat beberapa sifat dan keadaan seperti adanya illat dan kesamaran
baik dalam matan atau sanad hadis.Hadis yang demikian ini dapat dicari dalam kitab-kitab
yang khusus yang membicarakan illat dan kesamaran hadis. Diantaranya:
-
‘ilalul hadis, karya ibnu Abu Hatim Ar
Razi, yang disusun berdasarkan bab-bab fikih. Pada tiap-tiap bab disebutkan
hadis-hadis yang mengandung illat dan diterangkan illatnya secara baik.[13]
-
Al Asma’ul Mubhamah Fil Anba’il Muhkam,
karya Al Katib Al Baghdadi. Dalam kitab ini dibahas hadis-hadis yang matanya
mengandung nama-nama atau hal-hal yang samar, kemudian hal ini bisa dijelaskan
dengan jalan mengemukakan hadis riwayat lain yang menyebutkan nama atau hal
yang samar tersebut secara jelas.[14]
Kitab
ini disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah sesuai dengan nama atau hal yang
samar itu. Mengetahui nama atau hal yang samar tersebut adalah sulit sekali,
karena bagi orang yang mengetahuinya tentu tidak perlu, dan bagi orang yang
belum mengetahuinya tidak akan dapat mengetahui tempatnya.
-
Al Mustafad Min Mubhamatil Matni Wal
Isnad, karya Abu Zur’ah Ahmad bin Abdur Rahim Al Iraqi. Kitab ini yang disusun
berdasarkan bab-bab fikih dan termasuk kitab yang paling berguna serta lengkap
dalam membicarakan hal ini[15]
BAB
II
PENUTUP
Kesimpulan
Bahwasanya ilmu takhrijhadits sangat
perlu dipelajari, karena untuk mengetahui riwayat suatu hadits, baik sanad,
matan, perowi dan yang berkaitan dengan hadits.
Ada perbedaan di kalangan ulama hadis
dalam mendefenisikan Takhrij hadis, namun dapat disimpulkan bahwa takhrij hadis
adalah menelusuri suatu hadis kesumber asalnya pada kitab-kitab Jami, sunan,
dan musnad kemudian jika diperlukan menyebutkan kualitas hadis tersebut apakah
sohih, Hasan atau doif.
Ada beberapa metode dalam mentakhrij hadis:
-
Takhrij melalui perawi Hadis pertama
-
Dengan cara mengetahui lafal pertama dari matan
hadis
-
Dengan jalan mengetahui Lafal Matan yang sedikit
berlakunya
-
Metode Keempat dengan Jalan Mengetahui Pokok
Bahasan Hadis
-
Dengan Jalan meneliti sanad dan Matan Hadis
Beberapa
kitab yang diperlukan dalam mentakhrij hadis adalah:
-
Usul Takhrij oleh mahmud Attahhan.
-
Hushul al-Tafrij oleh Ahmad Ibn. Muhammad Al Gharami.
-
Turuq Takhrij oleh
Abd Muhdi
-
al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J.
Wensinck
-
Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama
diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abd Baqi.
-
Mausu’ah Athraful Hadis an-Nabawi oleh Zaglul.
-
Al-Istiab oleh Ibnu Abd Barr
-
Usul al-Ghabah oleh Abd Atsir
-
Al-Ishobah oleh Ibn Hajar al-Asqolani.
-
Al-Jarh wa at-Ta’di
juga karya Ibnu Hajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad Abu. 1994.Metode Takhrij Hadist.Semarang:Dina Utama
At Tahan, Mahmud.1995.Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadist.Surabaya:PT Bina Ilmu
[1]
Fathul Mugis, As-Sakhawi, II:338
[2]
Sebenarnya menurut Al-Hafiz Al-iraqi masih terdapat sebab lain yang belum
disebutkan para ulama terdahulu ketika mentakhrijkan hadis dalam kitabnya.
Sebab yang dimaksud adalah,tidak lepasnya manusia untuk melihat kembali setiap
ilmu sejauh kemampuannya. Beliau dalam khotbah takhrijnya terhadap kitab ihya
Ulumuddin menyebutkan bahwa jarang sekali ulama-ulam terdahulu menyebutkan
hadis-hadis ke dalam karangannya , menjelaskan rawinya dan sohih atau daifnya
meski mereka ada ahli dalam hadis kemudian datanglah An Nawawi yang mulai
mentakhrijkannya. Memang ulama terdahulu bertujuan agar orang memepelajari
kembali setiap ilmu sesuai dengan kemampuannya.Karenanya Ar-Rafi’I yang ahli
hadis itu kemudian pindah menekuni fikih padahal beliau lebih alim tentang
hadis dari pada an-nawawi. (Faidul Qadir;1:21)
[3]
Nama-nama kitab Takhrij yang berjumlah sekitar 40 dapat dibaca dalam kitab Al
Risalatul Mustatrafah : 185-190
[4]
Ar-Risalatul Mustatrafah:74
[5]
Ar-Risalatul Mustatrafah:74-75
[6]
Ar-Risalatul Mustatrafah: 170
[7] Al
Husainiy adalah murid Al Hafiz Al Mazi (-765 H)
[8]
Mukadimah Zakha’irul Mawaris: 4
[9]
Kitab ini dicetak dan diterbitkan oleh Maktabatul Matbu’atul Islamiyyah, Halib,
tahun 1389 H/1969 M dengan pengesahan syekh Fattah Abu Gadah dan disajikan
dengan bahasa yang menarik
[10]Kitab
ini dicetak oleh percetakan ‘Atif.Mesir yang diterbitkan oleh Al-Maktabah Al
Qahirah, dengan pengesahan dan komentar sayyid Abdullah bin Muhammad bin
As-sidiq, Al Gamiri dan syekh Abdul Wahab Abdul Latif pada tahun 1375 H.
[11]
Kitab ini telah dicetak di Mesir oleh Percetakan Muhammad Ali Subaih
[12]Kitab
ini juga dicetak di Baghdad oleh Maktabah Al Musanna dibawah pengawasan Subhi
As Samuri
[13]
Kitab ini dicetak pada tahun 1314 H dengan pemeriksaan Muhibbudin Al-Khatib,
kemudian diterbitkan di Baghdad oelh Maktabah Al Musanna menjadi dua jilid
[14]
Kitab ini belum pernah dicetak, hanya pernah dideskripsikan sebagai pengesahan
(tahqiq) dalam penelitian ilmiah guna memperoleh gelar master pada jurusan
tafsir hadis Fakultas usuluddin, Universitas Islam Al Imam Muhammad bin Su’ud,
Riyad,dibawah bimbingan kami (pengarang: Dr. Mahmud At-Tahhan). Semoga kitab
ini secepatnya dicetak dengan baik dan mudah penggunaannya.
[15]
Kitab ini telah banyak dicetak oleh percetakan Riyad, Saudi Arabia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar