Minggu, 20 Desember 2015

kodifikasi Al-Quran



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki umat Islam sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan upaya penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf. Tetapi masih terpisah-pisah penulisannya .Al-Qur’an baru ditulis dalam menggunakan kepingan-kepingan tulang, pelapah-pelapah kurma, lempengan batu-batu dan lain-lain, yang sesuai dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat-alat tulis menulis, seperti kertas dan pensil.
Pada hakikatnya Allah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr:9 dan juga dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Al-Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup.Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati.Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Usaha pengumpulan dan kodifikasi Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah saw. Secara resmi kodifikasi Al-Qur’an dimulai pada masa khalifah Abu Bakar bin Khattab. Pada masa khalifah Utsman, Al-Qur”an kemudian diseragamkan tulisan dan bacaannya demi menghindari beberapa hal. Mushaf yang diseragamkan inilah yang kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani kemudian diberi harakat dan tanda baca pada masa Ali bin Abi Thalib. Ada beberapa perbedaan tentang urutan ayat maupun surah seperti yang dicantumkan dalam mushaf Utsmani, hal ini dikarenakan perbedaan pendapat para penghapal Al-Qur’an dan karena turunnya Al-Qur’an memang tidak berurutan seperti yang terdapat dalam mushaf Utsmani.
Makalah ini akan menguraikan tentang sejarah kodifikasi Al-Qur’an dari masa Rasulullah, masa Abu Bakar, masa Utsman bin Affan dan perbedaan kodifikasi antara masa Abu Bakar dan masa Utsman bin Affan.

2.      Rumusan Masalah
Dalam poin ini, kami akan merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan “KODIFIKASI ALQUR’AN PADA MASA ABU BAKAR & USMAN SERTA SEJARAH PERCETAKAN ALQUR’AN”. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut:
a.       Apa pengertian kodifikasi Al-quran?
b.      Bagaimana sejarah pengkodifikasian Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman?
c.       Bagaimana sejarah percetakan Al-quran

3.      Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :.
1.      Mengetahui pengertian kodifikasi Al-quran.
2.      Mengetahui sejarah kodifikasi Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman.
3.      Mengetahui sejarah percetakan Al-quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an
Kata kodifikasi/ pengumpulan Al-Qur’an (Jam’ Al-Qur’an) terkadang dimaksudkan sebagai pemeliharaan dan penjagaan dalam dada (bilhifzhi), dan terkadang dimaksudkan sebagai penulisan keseluruhannya, huruf demi huruf, kata demi kata, ayat demi ayat dan surat demi surat (bilkitaabah). Yang kedua ini medianya adalah shahifah-shahifah dan lembaran-lembaran lainnya, sedangkan yang pertama medianya adalah hati dan dada .
B.     Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW.
Kodifikasi  Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara, yaitu Al Jam’u bima’na hafazhahu fis sudur dan yang kedua adalah Al jam’u bima’na kitaabatuhu fi suthur . 
1.      Al Jam’u bima’na hafazhahu fis Sudur
Pada bagian ini para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.  
Di antara para sahabat yang paling terkenal dalam hafalan Al-Qur’an berdasarkan riwayat-riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, mereka adalah Ibnu Mas’ud, Salim bin Ma’qal, Mu’azd bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin As Sikkin, dan Abu Darda . Mereka berasal dari kaum Muhajirin dan Anshar.
2.      Al jam’u bima’na kitaabatuhu fi suthur
Setiap kali turun wahyu kepada Rasulullah SAW, Beliau selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya, sembari melarang para sahabat untuk menulis hadits-hadits beliau, karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur’an . 
Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa Ar-Riqa’ (kulit binatang), Al-Likhaf (lempengan batu), Al-Aktaf (tulang binatang yang kering), Al-`Usbu ( pelepah kurma), Al-Jarid (kulit batang pohon kurma), Al-Aqtab (pelana kuda), Ash-Shuhuf (kertas), Al-Alwah (papan), Azh-Zhurar (batu tipis), Al-Khazaf (tanah yang dibakar/batu bata), Al-Karanif (akar keras pohon saf) . Dan jumlah sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai lebih dari 40 orang .
Akhirnya dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal adalah Khulafaur Rasyidin, Mu’awiyah bin Abi Sofyan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan lain-lain . 
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Rasulullah tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang lain. Karena sebelum Rasulullah wafat, pembukuan Al-Qur’an dalam satu mushaf belum dilakukan, sebab Rasulullah masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Sesudah berakhir masa turunnya Al-Qur’an  dengan wafatnya Rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para KhulafaturRasyidiin sesuai dengan janji-Nya   yang benar kepada umat tentang jaminan pemeliharaan Al-Qur’an dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar bin Khattab.

C.    Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar As-Shiddiq, terpilih menjadi khalifah pertamanya.Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab.
Pasalnya, Musailamah yang digelari Al-Kadzdzab / si pembohong itu mengaku nabi.Artinya bukan Nabi Muhammad SAW yang diangkat sebagai nabi terakhir oleh Allah SWT.Musailamah berhasil memperdayai Bani Hanifah di Yamamah, dan akhirnya mereka hanyut menjadi orang-orang murtad bersama Musailamah.
Melihat gerakan Musailamah adalah bahaya besar, maka Abu Bakar segera menyiapkan pasukan untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan di Yamamah terjadi pada tahun 12 Hijriah yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sebanyak 4000 personil pasukan berkuda disiapkan. Namun sayangnya peperangan ini memakan banyak korban jiwa, sekitar 700 qari’ gugur. Melihat kenyataan ini merupakan bahaya yanag dapat mengancam kelestarian Al-Qur’an, maka Umar bin Khattab segera menemui Abu Bakar untuk mengajukan usul agar mengumpulkan dan membukukan al-qur’an dari berbagai sumber, baik hafalan maupun tulisan.
Disegi lain, Umar juga khawatir kalau peperangan di tempat-tempat lain juga akan membunuh banyak qari’, sehingga Al-Qur’an akan hilang dan musnah.Namun Abu Bakar menolak usulan ini, dan merasa keberatan untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut.
Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Tetapi Zaid menolak usulan tersebut dan berkata:” Bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan Rasulullah?”. Kemudian Umar menjawab dan bersumpah: “Demi Allah ini adalah perbuatan yang baik”. Umar terus membujuk Zaid sehingga Allah membukakan hati  Zaid tentang perlunya penghimpunan Al-Qur’an. Lalu Abu Bakar pun berucap kepada Zaid: “Kau adalah seseorang lelaki yanag masih muda, pintardan kami pun tidak meraagukan kemampuanmu, engkau telah menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Oleh karena itu, carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah”.
Bagi Zaid ternyata tugas yang dipercayakan Abu Bakar kepadanya bukanlah hal yang mudah. Hal ini bisa dipahami dari kalimat yang terlontar dari mulutnya dihadapan Abu Bakar dan Umar: “Demi Allah jika sekiranya orang-orang membebaniku untuk memindahkan suatu gunung, hal itu bagiku tidak lebih berat daripada apa yang kau perintahkan kepadaku untuk menghimpun Al-Qur’an.” Kemudian Zaid mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu, kayu, dan dari hafalan para penghafal.Kemudian dia mencocokkan catatan-catatan yang ada padanya dengan yang dimiliki oleh sahabat lainnya.
Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati-hati. Ia tidak mencukupkan pada hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Kata-kata Zaid dalam keterangan di atas: “Dan aku dapatkan akhir surah At-Taubah pada Abu Khuzaimah al-Ansari, yang tidak aku dapatkan pada orang-orang lain.” Bukanlah berarti tak seorang sahabat pun yang hafal surat At-Taubah tersebut. Tetapi yang dimaksudadalah bahwa ia tidak mendapatkan akhir surat At-TAubah daam keadaan tertulis selain pada Abu Khuzaimah al-Ansari. Zaid sendiri hafal, demikian pula banyak diantara sahabat yang menghafalnya.Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan.Hal ini dilakukan semata-mata karena ingin mendapatkan kepastian yang lebih meyakinkan. Hal ini bias dibuktikan dengan apabila ada seorang sahabat yang mempunyai catatan ayat-ayat Al-Qur’an tertntu, maka Zaid, menurut Syekh As-Sakhsawi, baru bias menerimanya bila memang ayat itu ditulis dihadapan Rasulullah dan disaksikan oleh dua orang saksi yang menyaksikan  bahwa catatan tadi sesuai dengan salah satu cara yang dengan itu Al-Qu’an diturunkan.
Dengan demikian, Abu Bakar adalah orang pertamayang mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Ali berkata: “orang yang paling besar dalam hal mushaf adalah Abu Bakar. Ssemoga Allah melilmpahkan rahmat-Nya kepadaAbu BAkar.Dialah orang pertama yang mengumpulkan kitab Allah.Kemudian mushaf tersebut disimpan di tangan Abu Bakar hingga wafatnya.Sesudah itu berpindah ketangan Umar sewaktu masih hidup dan selanjutnya berada di tangan Hafsah binti Umar.

D.    Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Utsman
Setelah Khalifah Umar bin Khattab meninggal dunia, banyak pula para sahabat, mujahidin, dan huffadh meninggal dunia. Perang Adzerbaijan dan Armenia yang terjadi pada tahun 24 H, banyak menelan korban. Sejarawan At Thabari meriwayatkan bahwa ada sekitar 10.000 orang yang ikut di dalam pertempuran tersebut. Hal ini menjadikan fikiran bagi khalifah Utsman bin Affan sebagai penerusnya. Beliau khawatir dengan banyaknya sahabat yang meninggal dunia, maka akan semakin sedikit orang-orang yang hapal Al Qur’an
Sementara itu, agama Islam semakin meluas ke Negara-negara yang di kuasai oleh Romawi dan Persia di zaman Umar. Pada zaman Utsman bin Affan dunia Islam mengalami banyak kemajuan dan perkembangan..Mengingat wilayah penyebaran Islam sudah sedemikian luas di luar Jazairah Arab.Kebutuhan umat untuk mengkaji Al Qur’an pun semakin meningkat. Banyak ahli qira’ah dan penghapal Al Qur’an mulai terpencar dibeberapa kota dan berbagai provinsi untuk menjadi imam, seklaigus ulama, bertugas mengajar dan mendidik umat.  Dari sini, mulailah terasa adanya perbedaan bacaan Al Qur’an.Sedangkan para ahli bacaan tentu mengajarkan Al Qur’an sesuai dengan bacaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada mereka.
Umat Islam yang tersebar dalam wilayah yang demikian luas itu mendapat pelajaran dan menerima bacaan Al Qur’an ( qiraat ) dari setiap sahabat yang ditugaskan di daerah. Penduduk Syiria misalnya memperoleh pelajaran  dan qiraah dari sahabat Ubay bin ka’ab ra. Penduduk Kufah, Irak, berguru kepada sahabat Abu Musa Al Asy’ary. Versi qiraah yang dimiliki dan di ajarkan oleh satiap sahabat yang ahli qira’ah itu berlainan satu sama lain. Keadaan ini ktika itu tentu saja menimbulkan dampak negative di kalangan kaum muslimin. Di antara mereka ada yang saling membanggakan versi qira’ahnya dan merendahkan yang lain. Mereka mengklaim bahwa versi qira’ahnya yang paling benar.Situasi seperti ini mencemaskan Khalifah Utsman ibn Affan. Karena itu ia segera mengundang para sahabat penghapal Al Qur’an untuk memecah permasalah tersebut. Akhirnya, dicapai kesepakatan bahwa mushaf yang ditulis pada masa Abu baker harus disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Lalu mushaf hasil salinan tersebut di kirimkan ke berbagai kota atau daerah untuk di jadikan rujukan utama kaum muslimin ketika menemui masalah dalam bacaan Al Qur’an.
Inisiatif Utsman bin Affan untuk segera membukukan dan menggandakan Al Qur’an muncul setelah ada usulan dari Khuzaifah al Yamani. Kemudian Khalifah Utsman bin Affan mengirim sepucuk surat yang isinya meminta agar Hafshah mengirim mushaf yang disimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa naskah. Setelah itu Khalifah Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, said bin Ash dan Abdurrahman bin harits untuk bekerjasama menggandakan Al Qur’an. Utsman bin Affan berpesan bahwa “Jika terjadi perbedaan di antara kalian mengenai Al Qur’an, tulislah menurut dialek Quraisy, karena Al Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka.”
Setelah tim tersebut berhasil menyelesaikan tugasnya, Khalifah Utsman bin Affan mengembalikan mushaf orisinil ( master ) kepada Hafshah. Kemudian, beberapa mushaf hasil kerja tim  tersebut di kirimkan ke berbagai kota, sementara mushaf-mushaf lainnya yang masih ada saat itu , Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan untuk segera di bakar. Pembakaran mushaf ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pertikaiandi kalangan umat karena setiap mushaf yang di bakar mempunyai kekhususan. Para sahabat penulis wahyu pada masa Nabi SAW tidak  terikat oleh ketentuan penulisan yang seragam dan baku, sehingga perbedaan antara koleksi seorang sahabat dan sahabat lainnya masih mungkin terjadi. Ada yang kelihatannya mencampurbaurkan antara wahyu dengan penjelasan-penjelasan dari Nabi SAW atau sahabat terdahulu, walaupun sesungguhnya yang bersangkutan dapat mengenali dengan pasti mana ayat dan mana penjelasan ayat,  misalnya dengan membubuhi kode-kode tertentu yang mungkin hanya di ketahui oleh yang bersangkutan.
E.     Sejarah Percetakan Al-qur’an
Percetakan al-Qur’an dapat dibagi menjadi tiga periode, periode percetakan klasik (1.500-1900 M), periode mesin cetak modern (1920-1980 M)dan periode digital mushaf (1.800-Sekarang).Percetakan al-Qur’an yang terjadi dibarat tidak terlepas dari peran penerjemahan. Sebelum berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, bahasa yang berkembang di sana adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan al-Qur’an yang pertama adalah dengan bahasa latin pada tahun 1135 M. Tokoh yang menerjemahkan ke dalam bahasa ini adalah Robert of Ketton (Robertus Retanensis) yang selesai pada bulan Juli 1143 M. dengan penerbitnya Bibliander.
Selain di beberapa Negara Eropa, di beberapa negara lain juga mulai ramai percetakan Al-Qur’an. Seperti di Iran (1828 M), Tibris (1833 M) dan percetakan lainnya termasuk di Indonesia yang diawasi oleh Kementerian Agama. Selain dicetak, mushaf atau naskah Al-Qur’an yang autentik dari masa khalifah Utsman juga bisa dijumpai. Tetapi menurut Dadan Rusmana ia hanya tiga buah, ketiganya berada serta tersimpan di museum Tashkent (Rusia), musium Istambul (Turki) dan satunya lagi di musium Kairo (Mesir).[1]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perbedaan kodifikasi Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman adalah
Ø  Pada masa Khalifah Abu Bakar, motivasi pengumpulan Al Qur’an pada zaman ini ialah upaya memelihara Al Qur’an dari kepunahannya dengan wafatnya orang-orang yang membaca dan menghapalnya. Penulisan dilakukan untuk menghimpun dan menyalin kembali catatan-catatan Al Qur’an menjadi sebuah mushaf. Tertib suratnya menurut turunnya wahyu.
Ø  Pada masa Khalifah  Utsman bin Affan motivasi untuk mengumpulkan Al Qur’an ialah banyaknya perbedaan bacaan Al Qur’an yang meluas ke segenap penjuru negeri dan telah mengakibatkan perselisihan sengit antar kaum muslimin. Beliau mengambil jalan tengah untuk menulis Al Qur’an dengan dialek bahasa Qurasy dengan alasan bahwa Al Qur’an di turunkan dengan bahasa mereka, meskipun  tujuh bacaan ini terdiri dari beberapa bahasa.
B.     Kritik dan Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami berharap para pembaca sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.Semoga makalah ini berguna bagi penulis, khususnya juga kepada para pembaca.Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini mohon dimaafkan.

DAFTAR PUSTAKA
Al Qattan, Manna Khalil.1994. Study Ilmu Alqur’an. Jakarta: Litera Antarnusa
Marzuki.Komarudin. 1999. ‘Ulum Al-Quran. Bandung: PT Remaja Roddakarya
H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372
http://azhariandi.blogspot.co.id/2015/01/sejarah-percetakan-al-quran.html


[1]Dikutip dari H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar