BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki umat Islam
sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan upaya
penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an
belum dibukukan ke dalam satu mushaf. Tetapi masih terpisah-pisah penulisannya
.Al-Qur’an baru ditulis dalam menggunakan kepingan-kepingan tulang,
pelapah-pelapah kurma, lempengan batu-batu dan lain-lain, yang sesuai dengan
kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat-alat
tulis menulis, seperti kertas dan pensil.
Pada hakikatnya Allah menjamin kemurnian dan
kesucian Al-Qur’an, selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau
pengurangan-pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam
surat Al-Hijr:9 dan juga dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. Dalam catatan sejarah
dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Al-Qur’an dapat menjamin
kesuciannya secara meyakinkan. Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup.Begitu
wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu
untuk menuliskannya secara hati-hati.Begitu mereka tulis, kemudian mereka
hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Usaha pengumpulan dan kodifikasi Al-Qur’an telah dimulai
sejak masa Rasulullah saw. Secara resmi kodifikasi Al-Qur’an dimulai pada masa
khalifah Abu Bakar bin Khattab. Pada masa khalifah Utsman, Al-Qur”an kemudian
diseragamkan tulisan dan bacaannya demi menghindari beberapa hal. Mushaf yang
diseragamkan inilah yang kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani
kemudian diberi harakat dan tanda baca pada masa Ali bin Abi Thalib. Ada
beberapa perbedaan tentang urutan ayat maupun surah seperti yang dicantumkan
dalam mushaf Utsmani, hal ini dikarenakan perbedaan pendapat para penghapal
Al-Qur’an dan karena turunnya Al-Qur’an memang tidak berurutan seperti yang
terdapat dalam mushaf Utsmani.
Makalah ini akan menguraikan tentang sejarah kodifikasi
Al-Qur’an dari masa Rasulullah, masa Abu Bakar, masa Utsman bin Affan dan
perbedaan kodifikasi antara masa Abu Bakar dan masa Utsman bin Affan.
2.
Rumusan Masalah
Dalam poin ini, kami akan merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan
“KODIFIKASI ALQUR’AN PADA MASA ABU BAKAR & USMAN SERTA SEJARAH PERCETAKAN
ALQUR’AN”. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut:
a.
Apa pengertian
kodifikasi Al-quran?
b.
Bagaimana
sejarah pengkodifikasian Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman?
c.
Bagaimana
sejarah percetakan Al-quran
3.
Maksud dan
Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :.
1.
Mengetahui pengertian
kodifikasi Al-quran.
2.
Mengetahui sejarah
kodifikasi Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman.
3.
Mengetahui sejarah
percetakan Al-quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an
Kata kodifikasi/ pengumpulan Al-Qur’an (Jam’ Al-Qur’an)
terkadang dimaksudkan sebagai pemeliharaan dan penjagaan dalam dada
(bilhifzhi), dan terkadang dimaksudkan sebagai penulisan keseluruhannya, huruf
demi huruf, kata demi kata, ayat demi ayat dan surat demi surat (bilkitaabah).
Yang kedua ini medianya adalah shahifah-shahifah dan lembaran-lembaran lainnya,
sedangkan yang pertama medianya adalah hati dan dada .
B. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa
Rasulullah SAW.
Kodifikasi Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh
dengan dua cara, yaitu Al Jam’u bima’na hafazhahu fis sudur dan yang
kedua adalah Al jam’u bima’na kitaabatuhu fi suthur .
1.
Al Jam’u bima’na hafazhahu fis Sudur
Pada bagian ini para sahabat langsung menghafalnya diluar
kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh
mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga
Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita)
dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya
hafalannya.
Di antara para sahabat yang paling terkenal dalam hafalan
Al-Qur’an berdasarkan riwayat-riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
mereka adalah Ibnu Mas’ud, Salim bin Ma’qal, Mu’azd bin Jabal, Ubay bin Ka’ab,
Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin As Sikkin, dan Abu Darda . Mereka berasal dari
kaum Muhajirin dan Anshar.
2.
Al jam’u bima’na kitaabatuhu fi suthur
Setiap kali turun wahyu kepada Rasulullah SAW, Beliau selalu
membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk
menuliskannya, sembari melarang para sahabat untuk menulis hadits-hadits
beliau, karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur’an .
Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat
pada waktu itu berupa Ar-Riqa’ (kulit binatang), Al-Likhaf (lempengan batu),
Al-Aktaf (tulang binatang yang kering), Al-`Usbu ( pelepah kurma), Al-Jarid
(kulit batang pohon kurma), Al-Aqtab (pelana kuda), Ash-Shuhuf (kertas),
Al-Alwah (papan), Azh-Zhurar (batu tipis), Al-Khazaf (tanah yang dibakar/batu
bata), Al-Karanif (akar keras pohon saf) . Dan jumlah sahabat yang menulis
Al-Qur’an waktu itu mencapai lebih dari 40 orang .
Akhirnya dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan
banyaknya naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis
wahyu, diantaranya yang terkenal adalah Khulafaur Rasyidin, Mu’awiyah bin Abi
Sofyan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan lain-lain .
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Rasulullah tidak terkumpul
dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang lain.
Karena sebelum Rasulullah wafat, pembukuan Al-Qur’an dalam satu mushaf belum
dilakukan, sebab Rasulullah masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu
kewaktu. Sesudah berakhir masa turunnya Al-Qur’an dengan wafatnya
Rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para
KhulafaturRasyidiin sesuai dengan janji-Nya yang benar kepada umat
tentang jaminan pemeliharaan Al-Qur’an dan hal ini terjadi pertama kalinya pada
masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar bin Khattab.
C. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Abu
Bakar
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar As-Shiddiq, terpilih
menjadi khalifah pertamanya.Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan
dengan kemurtadan sebagian orang Arab.
Pasalnya, Musailamah yang digelari Al-Kadzdzab / si
pembohong itu mengaku nabi.Artinya bukan Nabi Muhammad SAW yang diangkat sebagai
nabi terakhir oleh Allah SWT.Musailamah berhasil memperdayai Bani Hanifah di Yamamah,
dan akhirnya mereka hanyut menjadi orang-orang murtad bersama Musailamah.
Melihat gerakan Musailamah adalah bahaya besar, maka Abu
Bakar segera menyiapkan pasukan untuk memerangi orang-orang yang murtad itu.
Peperangan di Yamamah terjadi pada tahun 12 Hijriah yang dipimpin oleh Khalid
bin Walid dan sebanyak 4000 personil pasukan berkuda disiapkan. Namun sayangnya
peperangan ini memakan banyak korban jiwa, sekitar 700 qari’ gugur. Melihat
kenyataan ini merupakan bahaya yanag dapat mengancam kelestarian Al-Qur’an,
maka Umar bin Khattab segera menemui Abu Bakar untuk mengajukan usul agar
mengumpulkan dan membukukan al-qur’an dari berbagai sumber, baik hafalan maupun
tulisan.
Disegi lain, Umar juga khawatir kalau peperangan di
tempat-tempat lain juga akan membunuh banyak qari’, sehingga Al-Qur’an akan
hilang dan musnah.Namun Abu Bakar menolak usulan ini, dan merasa keberatan
untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.Tetapi Umar
tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima
usulan tersebut.
Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan Al-Qur’an. Tetapi Zaid menolak usulan tersebut dan berkata:”
Bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan
Rasulullah?”. Kemudian Umar menjawab dan bersumpah: “Demi Allah ini adalah
perbuatan yang baik”. Umar terus membujuk Zaid sehingga Allah membukakan
hati Zaid tentang perlunya penghimpunan
Al-Qur’an. Lalu Abu Bakar pun berucap kepada Zaid: “Kau adalah seseorang lelaki
yanag masih muda, pintardan kami pun tidak meraagukan kemampuanmu, engkau telah
menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Oleh karena itu, carilah Al-Qur’an dan
kumpulkanlah”.
Bagi Zaid ternyata tugas yang dipercayakan Abu Bakar
kepadanya bukanlah hal yang mudah. Hal ini bisa dipahami dari kalimat yang
terlontar dari mulutnya dihadapan Abu Bakar dan Umar: “Demi Allah jika
sekiranya orang-orang membebaniku untuk memindahkan suatu gunung, hal itu
bagiku tidak lebih berat daripada apa yang kau perintahkan kepadaku untuk
menghimpun Al-Qur’an.” Kemudian Zaid mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dari
pelepah kurma, kepingan-kepingan batu, kayu, dan dari hafalan para
penghafal.Kemudian dia mencocokkan catatan-catatan yang ada padanya dengan yang
dimiliki oleh sahabat lainnya.
Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati-hati. Ia
tidak mencukupkan pada hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Kata-kata
Zaid dalam keterangan di atas: “Dan aku dapatkan akhir surah At-Taubah pada Abu
Khuzaimah al-Ansari, yang tidak aku dapatkan pada orang-orang lain.” Bukanlah
berarti tak seorang sahabat pun yang hafal surat At-Taubah tersebut. Tetapi
yang dimaksudadalah bahwa ia tidak mendapatkan akhir surat At-TAubah daam
keadaan tertulis selain pada Abu Khuzaimah al-Ansari. Zaid sendiri hafal,
demikian pula banyak diantara sahabat yang menghafalnya.Perkataan itu lahir
karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan.Hal ini dilakukan semata-mata
karena ingin mendapatkan kepastian yang lebih meyakinkan. Hal ini bias
dibuktikan dengan apabila ada seorang sahabat yang mempunyai catatan ayat-ayat
Al-Qur’an tertntu, maka Zaid, menurut Syekh As-Sakhsawi, baru bias menerimanya
bila memang ayat itu ditulis dihadapan Rasulullah dan disaksikan oleh dua orang
saksi yang menyaksikan bahwa catatan
tadi sesuai dengan salah satu cara yang dengan itu Al-Qu’an diturunkan.
Dengan demikian, Abu Bakar adalah orang pertamayang
mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Ali berkata: “orang yang paling besar
dalam hal mushaf adalah Abu Bakar. Ssemoga Allah melilmpahkan rahmat-Nya
kepadaAbu BAkar.Dialah orang pertama yang mengumpulkan kitab Allah.Kemudian
mushaf tersebut disimpan di tangan Abu Bakar hingga wafatnya.Sesudah itu
berpindah ketangan Umar sewaktu masih hidup dan selanjutnya berada di tangan
Hafsah binti Umar.
D. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Utsman
Setelah
Khalifah Umar bin Khattab meninggal dunia, banyak pula para sahabat, mujahidin,
dan huffadh meninggal dunia. Perang Adzerbaijan dan Armenia yang terjadi pada
tahun 24 H, banyak menelan korban. Sejarawan At Thabari meriwayatkan bahwa ada
sekitar 10.000 orang yang ikut di dalam pertempuran tersebut. Hal ini
menjadikan fikiran bagi khalifah Utsman bin Affan sebagai penerusnya. Beliau
khawatir dengan banyaknya sahabat yang meninggal dunia, maka akan semakin
sedikit orang-orang yang hapal Al Qur’an
Sementara
itu, agama Islam semakin meluas ke Negara-negara yang di kuasai oleh Romawi dan
Persia di zaman Umar. Pada zaman Utsman bin Affan dunia Islam mengalami banyak
kemajuan dan perkembangan..Mengingat wilayah penyebaran Islam sudah sedemikian
luas di luar Jazairah Arab.Kebutuhan umat untuk mengkaji Al Qur’an pun semakin
meningkat. Banyak ahli qira’ah dan penghapal Al Qur’an mulai terpencar
dibeberapa kota dan berbagai provinsi untuk menjadi imam, seklaigus ulama,
bertugas mengajar dan mendidik umat. Dari sini, mulailah terasa adanya
perbedaan bacaan Al Qur’an.Sedangkan para ahli bacaan tentu mengajarkan Al
Qur’an sesuai dengan bacaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada mereka.
Umat Islam
yang tersebar dalam wilayah yang demikian luas itu mendapat pelajaran dan
menerima bacaan Al Qur’an ( qiraat ) dari setiap sahabat yang ditugaskan di
daerah. Penduduk Syiria misalnya memperoleh pelajaran dan qiraah dari
sahabat Ubay bin ka’ab ra. Penduduk Kufah, Irak, berguru kepada sahabat Abu
Musa Al Asy’ary. Versi qiraah yang dimiliki dan di ajarkan oleh satiap sahabat
yang ahli qira’ah itu berlainan satu sama lain. Keadaan ini ktika itu tentu
saja menimbulkan dampak negative di kalangan kaum muslimin. Di antara mereka
ada yang saling membanggakan versi qira’ahnya dan merendahkan yang lain. Mereka
mengklaim bahwa versi qira’ahnya yang paling benar.Situasi seperti ini
mencemaskan Khalifah Utsman ibn Affan. Karena itu ia segera mengundang para
sahabat penghapal Al Qur’an untuk memecah permasalah tersebut. Akhirnya,
dicapai kesepakatan bahwa mushaf yang ditulis pada masa Abu baker harus disalin
kembali menjadi beberapa mushaf. Lalu mushaf hasil salinan tersebut di kirimkan
ke berbagai kota atau daerah untuk di jadikan rujukan utama kaum muslimin
ketika menemui masalah dalam bacaan Al Qur’an.
Inisiatif
Utsman bin Affan untuk segera membukukan dan menggandakan Al Qur’an muncul
setelah ada usulan dari Khuzaifah al Yamani. Kemudian Khalifah Utsman bin Affan
mengirim sepucuk surat yang isinya meminta agar Hafshah mengirim mushaf yang
disimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa naskah. Setelah itu Khalifah
Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, said bin Ash dan
Abdurrahman bin harits untuk bekerjasama menggandakan Al Qur’an. Utsman bin
Affan berpesan bahwa “Jika terjadi perbedaan di antara kalian mengenai Al
Qur’an, tulislah menurut dialek Quraisy, karena Al Qur’an diturunkan dalam
bahasa mereka.”
Setelah
tim tersebut berhasil menyelesaikan tugasnya, Khalifah Utsman bin Affan
mengembalikan mushaf orisinil ( master ) kepada Hafshah. Kemudian, beberapa
mushaf hasil kerja tim tersebut di kirimkan ke berbagai kota, sementara
mushaf-mushaf lainnya yang masih ada saat itu , Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan
untuk segera di bakar. Pembakaran mushaf ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya pertikaiandi kalangan umat karena setiap mushaf yang di bakar
mempunyai kekhususan. Para sahabat penulis wahyu pada masa Nabi SAW tidak
terikat oleh ketentuan penulisan yang seragam dan baku, sehingga perbedaan
antara koleksi seorang sahabat dan sahabat lainnya masih mungkin terjadi. Ada
yang kelihatannya mencampurbaurkan antara wahyu dengan penjelasan-penjelasan
dari Nabi SAW atau sahabat terdahulu, walaupun sesungguhnya yang bersangkutan
dapat mengenali dengan pasti mana ayat dan mana penjelasan ayat, misalnya
dengan membubuhi kode-kode tertentu yang mungkin hanya di ketahui oleh yang
bersangkutan.
E.
Sejarah
Percetakan Al-qur’an
Percetakan al-Qur’an dapat dibagi menjadi tiga
periode, periode percetakan klasik (1.500-1900 M), periode mesin cetak modern
(1920-1980 M)dan periode digital mushaf (1.800-Sekarang).Percetakan al-Qur’an
yang terjadi dibarat tidak terlepas dari peran penerjemahan. Sebelum
berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, bahasa yang berkembang di sana adalah
bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan al-Qur’an yang pertama adalah dengan
bahasa latin pada tahun 1135 M. Tokoh yang menerjemahkan ke dalam bahasa ini
adalah Robert of Ketton (Robertus Retanensis) yang selesai pada bulan Juli 1143
M. dengan penerbitnya Bibliander.
Selain di beberapa Negara Eropa, di beberapa
negara lain juga mulai ramai percetakan Al-Qur’an. Seperti di Iran (1828 M),
Tibris (1833 M) dan percetakan lainnya termasuk di Indonesia yang diawasi oleh
Kementerian Agama. Selain dicetak, mushaf atau naskah Al-Qur’an yang autentik
dari masa khalifah Utsman juga bisa dijumpai. Tetapi menurut Dadan Rusmana ia
hanya tiga buah, ketiganya berada serta tersimpan di museum Tashkent (Rusia),
musium Istambul (Turki) dan satunya lagi di musium Kairo (Mesir).[1]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perbedaan kodifikasi Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman
adalah
Ø Pada masa Khalifah Abu Bakar,
motivasi pengumpulan Al Qur’an pada zaman ini ialah upaya memelihara Al Qur’an
dari kepunahannya dengan wafatnya orang-orang yang membaca dan menghapalnya.
Penulisan dilakukan untuk menghimpun dan menyalin kembali catatan-catatan Al
Qur’an menjadi sebuah mushaf. Tertib suratnya menurut turunnya wahyu.
Ø Pada masa Khalifah Utsman bin
Affan motivasi untuk mengumpulkan Al Qur’an ialah banyaknya perbedaan bacaan Al
Qur’an yang meluas ke segenap penjuru negeri dan telah mengakibatkan perselisihan
sengit antar kaum muslimin. Beliau mengambil jalan tengah untuk menulis Al
Qur’an dengan dialek bahasa Qurasy dengan alasan bahwa Al Qur’an di turunkan
dengan bahasa mereka, meskipun tujuh bacaan ini terdiri dari beberapa
bahasa.
B.
Kritik
dan Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami berharap para pembaca
sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini.Semoga makalah ini berguna bagi penulis, khususnya juga kepada para
pembaca.Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini mohon dimaafkan.
Al
Qattan, Manna Khalil.1994. Study Ilmu Alqur’an. Jakarta: Litera
Antarnusa
Marzuki.Komarudin.
1999. ‘Ulum Al-Quran. Bandung: PT Remaja Roddakarya
H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân:
Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372
http://azhariandi.blogspot.co.id/2015/01/sejarah-percetakan-al-quran.html
[1]Dikutip dari H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân:
Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar