Minggu, 20 Desember 2015

perencanaan manajemen



BAB I
PENDAHULUAN

I.                   LATAR BELAKANG
Perencanaan sering disebut fungsi manajemen yang utama karena menentukan dasar untuk semua hal lainnya yang dilakukan para manajer ketika mengelola, memimpin, dan mengendalikan. Perencanaan pasti juga memerlukan banyak usaha. Dan ada beberapa alasan mengapa para manajer harus melakukan perencanaan.
Pertama, perencanaan memberikan arah kepada para manajer dan nonmanajer. Ketika karyawan mengetahui apa yang berusaha dicapai oleh organisasi atau unit kerja mereka dan apa yang harus mereka kontribusikan untuk mencapai tujuan itu, mereka dapat mengoordinasikan kegiatannya, saling bekerja sama, dan melakukan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Tanpa perencanaan, departemen dan perorangan harus bekerja lintas tujuan serta mencegah organisasi mencapai tujuannya secara efisien.
Selain, perencanaan mengurangi ketidakpastian dengan mendorong para manajernya memandang ke depan, mengantisipasi perubahan, mempertimbangkan banyak perubahan, dan mengembangkan respon yang tepat. Meskipun perencanaan tidak akan menghilangkan ketidakpastian, manajer akan tetap melakukan perencanaan hingga mereka dapat merespon secara efektif.
Selain itu, perencanaan juga meminimalkan pemborosan dan kekosongan. Apabila aktivitas kerja dikoordinasikan sesuai rencana, ketidakefisienan akan menjadi jelas dan dapat diperbaiki atau dihilangkan.
Terakhir, perencanaan menetapkan tujuan atau standar yang digunakan dalam pengendalian. Ketika para manajer melakukan perencanaan, mereka mengembangkan tujuan dan rencana. Ketika mereka melakukan pengendalian, mereka melihat apakah rencana itu telah dilaksanakan dan tujuan terpenuhi. Tanpa perencanaan, tidak akan ada tujuan yang dapat digunakan  untuk mengukur atau mengevakuasi usaha kerja.



II.                RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian perencanaan?
2.      Apa itu rencana? Siapakah perencana itu?
3.      Kenapa perencanaan dan rencana sangat penting?
4.      Apa tujuan perencanaan?
5.      Keuntungan dan Kerugian Perencanaan
6.      Syarat-Syarat Perencanaan yang Baik



III.             TUJUAN

1.      Mengetahui pengertian perencanaan
2.      Mengetahui arti dari rencana dan perencana
3.      Mengetahui betapa pentingnya perencanaan
4.      Mengetahui tujuan perencanaan
5.      Mengetahui keuntungan dan kerugian perencanaan
6.      Mengetahui syarat-syarat perencanaan yang baik



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PERENCANAAN
Perencanaan adalah fungsi dasar (fundamental) manajemen, karena organizing, staffing, directing, dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Perencanaan ini adalah dinamis. Perencanaan ini ditujukan pada masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, karena adanya perubahan kondisi dan situasi.
Hasil perencanaan baru akan diketahui pada masa depan. Agar risiko yang ditanggung relatif kecil, hendaknya semua kegiatan, tindakan, dan kebijakan direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan ini adalah masalah “memilih”, artinya memilih tujuan, dan cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut dari beberapa alternatif yang ada. Tanpa alternatif, perencanaan pun tidak ada. Perencanaan merupakan kumpulan dari beberapa keputusan.
Perencanaan diproses oleh perencana (planner), hasilnya menjadi rencana (plan). Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan rencana. Produk dari perencanaan adalah rencana.
B.     APA ITU RENCANA?
Rencana adalah dokumen yang menentukan kerangka bagaimana tujuan itu akan terpenuhi. Rencana biasanya meliputi alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan lain  yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut. Rencana bisa tidak tertulis maupun tertulis, tetapi sebaiknya dibuat secara tertulis.
C.    SIAPAKAH PERENCANA ITU?
Pada dasarnya semua manajer melaksanakan perencanaan dan menjadi perencana (planner). Bedanya hanya terletak dalam luasnya rencana yang disusunnya. Semakin tinggi posisi jabatannya dalam organisasi maka semakin luas bidang rencana yang disusunnya. Menurut teknik pelaksanaannya, perencanaan dibagi menjadi 5 macam, yaitu:
1.      Manajer yang melaksanakan perencanaannya sendiri
2.      Manajer yang melaksanakan tetapi disesuaikan dengan usul-usul para bawahan
3.      Manajer menetapkan bagan, bawahan yang merencanakan
4.      Bawahan yang merencanakan dan yang memutuskan manajer
5.      Joint participation in planning.

D.      UNSUR UNSUR PERENCANAAN
1.      Audit Situasi
Audit situasi dilaksanakan dengan memeriksa data prestasi beberapa masa yang lalu. Prinsipnya adalah untuk mendapatkan informasi pengenalan diri sendiri saat ini di sini dengan segala dimensinya: apa, siapa, mengapa, untuk apa, di mana, bagaimana, berapa? Mendaftar berbagai aspek kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) internal yang diketahui.
Selanjutnya teknik forecasting secara statistik biasanya digunakan untuk melihat ekstapolasi kecenderungan data ke masa depan dalam situasi konstan seperti pada masa lalu. Tetapi situasi tidak akan tetap sama karena adanya perubahan. Perubahan-perubahan masa depan diantisipasi dengan berbagai teknik riset masa depan.
2.      Riset masa depan
Adalah usaha untuk memperkirakan situasi lingkungan eksternal masa depan yang akan dihadapi. Tujuan riset masa depan (future research) adalah mengenali dan mempertimbangkan dampak dari kecenderungan perkembangan faktor-faktor dalam ekonomi makro, bidang industri atau jasa, politik, perubahan sosial, teknologi, budaya dan gaya hidup masyarakat, keamanan dan lain sebagainya, apakah positif ataukah negatif. Juga diperkirakan situasi persaingan. Apa yang akan dikerjakan pemain dan pesaing lama? Berapa banyak pemain dan pesaing baru akan terjun di lapangan (pasar)? Dampak positif berarti peluang (opportunities) bagi pengembangan karya yang perlu ditangkap dan dimanfaatkan. Dampak negatif berarti ancaman (threats), hambatan atau kendala bagi kemajuan. Maka perlu diatasi.
3.      Asumsi-asumsi
Gabungan audit situasi (internal) dan riset masa depan (eksternal) yang dipadukan dengan melakukan metode Analisis SWOT menghasilkan asumsi-asumsi atau pengandaian situasi atas berbagai faktor variabel. Data basis yang diperoleh di sini seolah-olah siap memberi penjelasan pada setiap pertanyaan: mengapa.
4.      Visi
Visi adalah proyeksi gambaran diri pada masa depan dengan segala dimensinya berdasarkan data realitas sekarang, dan berbagai kecenderungan baik internal maupun eksternal. Visi bisa dikatakan impian berdasarkan kenyataan. Bukan gambaran yang muluk-muluk tanpa dasar. Di sini ditampung data verbal mengenai nilai-nilai, harapan dan aspirasi setelah paparan situasi sekarang dan kecenderungan masa depan. Mau jadi apa dan bagaimana ke depan? Visi menjadi pengikat komunitas jika merupakan visi bersama, yang dibentuk secara bersama-sama.
5.      Tujuan, Sasaran, Target
Untuk mewujudkan Visi kemudian secara terasering (cascade) menurut kedudukan dalam sistem dilaksanakan penjabaran apa yang hendak dicapai menjadi ketentuan tujuan, sasaran dan target yang terukur dalam kurun waktu tertentu. Biasanya untuk perumusan tujuan, sasaran dan target digunakan prinsip SMART: apakah pernyataan tujuan, sasaran, target sudah Spesifik-sistematik, Measurable, Attainable, Realistic, dan Time-framed?
6.      Policy atau kebijakan
Perumusan policy atau kebijakan dasar dimaksudkan sebagai garis pedoman mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan, sasaran, target. Ini memberi warna dasar pada semua rencana usaha, misalnya orientasi pada kepuasan konsumen yang harus dipertimbangkan di dalam semua rencana strategi dan taktis.
7.      Rencana Strategi
Garis besar ketentuan mengenai bidang-bidang utama mengenai pengembangan bisnis dan organisasi, pembaruan dan pengembangan produk, strategi persaingan dan pemasaran, strategi keuangan, strategi investasi prasarana dan sarana, strategi produksi dan strategi sumber daya manusia.
8.      Keunggulan Strategis
Perencanaan yang dengan jelas merumuskan hal-hal berikut dikatakan sudah mempunyai potensi keunggulan strategis:
a.       Visi
b.      Strategi
c.       Taktik
d.      Implementasi
e.       Operasi
(Kenneth Primozic, Edward Primozic dan Joe Leben (1991): Strategic Choices: Supremacy, Survival or Sayonara. McGrawHill).
Pemikiran strategis haruslah merupakan suatu daur berkesinambungan. Daur itu dimulai dengan pembentukan visi organisasi, berlanjut dengan penentuan strategi (yaitu tujuan dan garis besar usaha untuk mewujudkannya) yang menentukan bagaimana visi digunakan untuk membimbing semua usaha dan karya organisi, kemudian dijabarkan menjadi pelbagai taktik yang tepat dalam mengaplikasikan strategi, mengarah pada langkah-langkah implementasi taktik serta tindakan operasional yang harus dilaksanakan dari hari ke hari dalam organisasi. Tak ada tangga yang boleh dilewatkan di dalam pemikiran dan perumusan semua itu di dalam daur perencanaan yang berkesinambungan.

E.     PERENCANAAN DAN RENCANA SANGAT PENTING KARENA:

1.                  Tanpa perencanaan dan rencana berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai
2.                  Tanpa perencanaan dan rencana tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga banyak pemborosan
3.                  Rencana adalah dasar pengendalian, karena tanpa ada rencana pengendalian tidak dapat dilakukan
4.                  Tanpa perencanaan dan rencana berarti tidak ada keputusan dan proses manajemen pun tidak ada

F.     TUJUAN PERENCANAAN

1.      Menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur dan program serta memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan
2.      Menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada tujuan
3.      Usaha untuk memperkecil risiko yang dihadapi pada masa yang akan datang
4.      Membuat semua kegiatan menjadi teratur dan memiliki tujuan
5.      Memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan
6.      Menjadi suatu landasan untuk pengendalian
7.      Usaha untuk menghindari mismanagement dalam penempatan karyawan
8.      Membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi




G.    KEUNTUNGAN PERENCANAAN

1.      Tujuan menjadi lebih jelas, objektif, dan rasional
2.      Semua aktivitas menjadi lebih terarah, teratur, dan ekonomis
3.      Meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki
4.      Memperkecil risiko yang dihadapi
5.      Memberikan landasan untuk pengendalian
6.      Merangsang prestasi kerja
7.      Memberikan gambaran mengenai seluruh pekerjaan dengan jelas dan lengkap
8.      Dengan perencanaan dapat diketahui tingkat keberhasilan karyawan

H.    KERUGIAN PERENCANAAN

1.      Membatasi tindakan dan inisiatif para bawahan, karena mereka harus bekerja sesuai pola yang telah ditetapkan
2.      Menyebabkan terlambatnya tindakan yang perlu diambil jika ada keadaan darurat
3.      Belum bisa untuk meramalkan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, karena informasi yang dibutuhkan belum tentu tepat
4.      Biaya yang diperlukan cukup besar, bahkan dapat melampaui hasil yang akan dicapai
5.      Mempunyai penghalang-penghalang psikologis, karena orang lebih memperhatikan masa sekarang daripada masa yang akan datang

I.       SYARAT-SYARAT PERENCANAAN YANG BAIK, YAITU:

1.      Merumuskan dahulu masalah yang akan direncanakan sejelas-jelasnya
2.      Perencanaan harus didasarkan pada informasi, data, dan fakta
3.      Menetapkan beberapa alternatif dan premises-nya
4.      Putuskanlah suatu keputusan yang menjadi rencana
5.      Prosedur atau langkah-langkah perencanaan yang baik
6.      Menjelaskan dan merumuskan dahulu masalah, usaha, dan tujuan yang akan direncanakan itu
7.      Mengumpulkan data, informasi, dan fakta yang diperlukan secukupnya
8.      Menganalisis dan mengklarifikasikan data, informasi, dan fakta serta hubungan-hubungannya
9.      Menetapkan perencanaan, premises, dan hambatan-hambatan serta hal-hal yang mendorongnya
10.  Menentukan beberapa alternatif
11.  Pilihlah rencana yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada
12.  Tetapkanlah urutan-urutan dan penetapan waktu secara terinci bagi rencana yang diusulkan itu
13.  Laksanakanlah pengecekan tentang kemajuan rencana yang diusulkan








BAB III
PENUTUP

J.      KESIMPULAN

·         Perencanaan merupakan fungsi utama manajer. Pelaksanaan pekerjaan tergantung pada baik buruknya suatu rencana
·         Perencanaan harus diarahkan pada tercapainya tujuan
·         Perencanaan harus didasarkan atas kenyataan-kenyataan objektif dan rasional untuk mewujudkan adanya kerja sama yang efektif
·         Manajemen baru dikatakan ada, jika ada rencananya (tujuannya ada)
·         Pelaksanaan proses manajemen akan lebih mudah dan baik, jika rencananya baik, jelas, dan terinci
·         Suatu rencana menjadi dasar dan alat pengendalian
·         Dampak / hasilnya baru diketahui pada masa datang setelah rencana itu dilaksanakan


II.                 KRITIK DAN SARAN
Demikian makalah ini kami buat, namun pastinya masih mempunyai banyak kekuarangan dan jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami berharap para pembaca sudi dapat memberikan kritk dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini  berguna bagi penulis, khususnya juga kepada para pembaca. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, mohon dimaafkan. Sekian dan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA
HASIBUAN, Malayu S.P., Haji. 2001. Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Robbins, Stephen. P. 2009. Management, Tenth Edition. Jakarta: Erlangga
Hery, S.E., M.Si. . 2013. Cara Cepat dan Mudah Memahami Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Penerbit Gava Media

kodifikasi Al-Quran



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki umat Islam sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan upaya penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf. Tetapi masih terpisah-pisah penulisannya .Al-Qur’an baru ditulis dalam menggunakan kepingan-kepingan tulang, pelapah-pelapah kurma, lempengan batu-batu dan lain-lain, yang sesuai dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat-alat tulis menulis, seperti kertas dan pensil.
Pada hakikatnya Allah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr:9 dan juga dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Al-Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup.Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati.Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Usaha pengumpulan dan kodifikasi Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah saw. Secara resmi kodifikasi Al-Qur’an dimulai pada masa khalifah Abu Bakar bin Khattab. Pada masa khalifah Utsman, Al-Qur”an kemudian diseragamkan tulisan dan bacaannya demi menghindari beberapa hal. Mushaf yang diseragamkan inilah yang kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani kemudian diberi harakat dan tanda baca pada masa Ali bin Abi Thalib. Ada beberapa perbedaan tentang urutan ayat maupun surah seperti yang dicantumkan dalam mushaf Utsmani, hal ini dikarenakan perbedaan pendapat para penghapal Al-Qur’an dan karena turunnya Al-Qur’an memang tidak berurutan seperti yang terdapat dalam mushaf Utsmani.
Makalah ini akan menguraikan tentang sejarah kodifikasi Al-Qur’an dari masa Rasulullah, masa Abu Bakar, masa Utsman bin Affan dan perbedaan kodifikasi antara masa Abu Bakar dan masa Utsman bin Affan.

2.      Rumusan Masalah
Dalam poin ini, kami akan merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan “KODIFIKASI ALQUR’AN PADA MASA ABU BAKAR & USMAN SERTA SEJARAH PERCETAKAN ALQUR’AN”. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut:
a.       Apa pengertian kodifikasi Al-quran?
b.      Bagaimana sejarah pengkodifikasian Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman?
c.       Bagaimana sejarah percetakan Al-quran

3.      Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :.
1.      Mengetahui pengertian kodifikasi Al-quran.
2.      Mengetahui sejarah kodifikasi Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman.
3.      Mengetahui sejarah percetakan Al-quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an
Kata kodifikasi/ pengumpulan Al-Qur’an (Jam’ Al-Qur’an) terkadang dimaksudkan sebagai pemeliharaan dan penjagaan dalam dada (bilhifzhi), dan terkadang dimaksudkan sebagai penulisan keseluruhannya, huruf demi huruf, kata demi kata, ayat demi ayat dan surat demi surat (bilkitaabah). Yang kedua ini medianya adalah shahifah-shahifah dan lembaran-lembaran lainnya, sedangkan yang pertama medianya adalah hati dan dada .
B.     Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW.
Kodifikasi  Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara, yaitu Al Jam’u bima’na hafazhahu fis sudur dan yang kedua adalah Al jam’u bima’na kitaabatuhu fi suthur . 
1.      Al Jam’u bima’na hafazhahu fis Sudur
Pada bagian ini para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.  
Di antara para sahabat yang paling terkenal dalam hafalan Al-Qur’an berdasarkan riwayat-riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, mereka adalah Ibnu Mas’ud, Salim bin Ma’qal, Mu’azd bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin As Sikkin, dan Abu Darda . Mereka berasal dari kaum Muhajirin dan Anshar.
2.      Al jam’u bima’na kitaabatuhu fi suthur
Setiap kali turun wahyu kepada Rasulullah SAW, Beliau selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya, sembari melarang para sahabat untuk menulis hadits-hadits beliau, karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur’an . 
Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa Ar-Riqa’ (kulit binatang), Al-Likhaf (lempengan batu), Al-Aktaf (tulang binatang yang kering), Al-`Usbu ( pelepah kurma), Al-Jarid (kulit batang pohon kurma), Al-Aqtab (pelana kuda), Ash-Shuhuf (kertas), Al-Alwah (papan), Azh-Zhurar (batu tipis), Al-Khazaf (tanah yang dibakar/batu bata), Al-Karanif (akar keras pohon saf) . Dan jumlah sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai lebih dari 40 orang .
Akhirnya dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal adalah Khulafaur Rasyidin, Mu’awiyah bin Abi Sofyan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan lain-lain . 
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Rasulullah tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang lain. Karena sebelum Rasulullah wafat, pembukuan Al-Qur’an dalam satu mushaf belum dilakukan, sebab Rasulullah masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Sesudah berakhir masa turunnya Al-Qur’an  dengan wafatnya Rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para KhulafaturRasyidiin sesuai dengan janji-Nya   yang benar kepada umat tentang jaminan pemeliharaan Al-Qur’an dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar bin Khattab.

C.    Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar As-Shiddiq, terpilih menjadi khalifah pertamanya.Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab.
Pasalnya, Musailamah yang digelari Al-Kadzdzab / si pembohong itu mengaku nabi.Artinya bukan Nabi Muhammad SAW yang diangkat sebagai nabi terakhir oleh Allah SWT.Musailamah berhasil memperdayai Bani Hanifah di Yamamah, dan akhirnya mereka hanyut menjadi orang-orang murtad bersama Musailamah.
Melihat gerakan Musailamah adalah bahaya besar, maka Abu Bakar segera menyiapkan pasukan untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan di Yamamah terjadi pada tahun 12 Hijriah yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sebanyak 4000 personil pasukan berkuda disiapkan. Namun sayangnya peperangan ini memakan banyak korban jiwa, sekitar 700 qari’ gugur. Melihat kenyataan ini merupakan bahaya yanag dapat mengancam kelestarian Al-Qur’an, maka Umar bin Khattab segera menemui Abu Bakar untuk mengajukan usul agar mengumpulkan dan membukukan al-qur’an dari berbagai sumber, baik hafalan maupun tulisan.
Disegi lain, Umar juga khawatir kalau peperangan di tempat-tempat lain juga akan membunuh banyak qari’, sehingga Al-Qur’an akan hilang dan musnah.Namun Abu Bakar menolak usulan ini, dan merasa keberatan untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut.
Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Tetapi Zaid menolak usulan tersebut dan berkata:” Bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan Rasulullah?”. Kemudian Umar menjawab dan bersumpah: “Demi Allah ini adalah perbuatan yang baik”. Umar terus membujuk Zaid sehingga Allah membukakan hati  Zaid tentang perlunya penghimpunan Al-Qur’an. Lalu Abu Bakar pun berucap kepada Zaid: “Kau adalah seseorang lelaki yanag masih muda, pintardan kami pun tidak meraagukan kemampuanmu, engkau telah menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Oleh karena itu, carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah”.
Bagi Zaid ternyata tugas yang dipercayakan Abu Bakar kepadanya bukanlah hal yang mudah. Hal ini bisa dipahami dari kalimat yang terlontar dari mulutnya dihadapan Abu Bakar dan Umar: “Demi Allah jika sekiranya orang-orang membebaniku untuk memindahkan suatu gunung, hal itu bagiku tidak lebih berat daripada apa yang kau perintahkan kepadaku untuk menghimpun Al-Qur’an.” Kemudian Zaid mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu, kayu, dan dari hafalan para penghafal.Kemudian dia mencocokkan catatan-catatan yang ada padanya dengan yang dimiliki oleh sahabat lainnya.
Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati-hati. Ia tidak mencukupkan pada hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Kata-kata Zaid dalam keterangan di atas: “Dan aku dapatkan akhir surah At-Taubah pada Abu Khuzaimah al-Ansari, yang tidak aku dapatkan pada orang-orang lain.” Bukanlah berarti tak seorang sahabat pun yang hafal surat At-Taubah tersebut. Tetapi yang dimaksudadalah bahwa ia tidak mendapatkan akhir surat At-TAubah daam keadaan tertulis selain pada Abu Khuzaimah al-Ansari. Zaid sendiri hafal, demikian pula banyak diantara sahabat yang menghafalnya.Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan.Hal ini dilakukan semata-mata karena ingin mendapatkan kepastian yang lebih meyakinkan. Hal ini bias dibuktikan dengan apabila ada seorang sahabat yang mempunyai catatan ayat-ayat Al-Qur’an tertntu, maka Zaid, menurut Syekh As-Sakhsawi, baru bias menerimanya bila memang ayat itu ditulis dihadapan Rasulullah dan disaksikan oleh dua orang saksi yang menyaksikan  bahwa catatan tadi sesuai dengan salah satu cara yang dengan itu Al-Qu’an diturunkan.
Dengan demikian, Abu Bakar adalah orang pertamayang mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Ali berkata: “orang yang paling besar dalam hal mushaf adalah Abu Bakar. Ssemoga Allah melilmpahkan rahmat-Nya kepadaAbu BAkar.Dialah orang pertama yang mengumpulkan kitab Allah.Kemudian mushaf tersebut disimpan di tangan Abu Bakar hingga wafatnya.Sesudah itu berpindah ketangan Umar sewaktu masih hidup dan selanjutnya berada di tangan Hafsah binti Umar.

D.    Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Utsman
Setelah Khalifah Umar bin Khattab meninggal dunia, banyak pula para sahabat, mujahidin, dan huffadh meninggal dunia. Perang Adzerbaijan dan Armenia yang terjadi pada tahun 24 H, banyak menelan korban. Sejarawan At Thabari meriwayatkan bahwa ada sekitar 10.000 orang yang ikut di dalam pertempuran tersebut. Hal ini menjadikan fikiran bagi khalifah Utsman bin Affan sebagai penerusnya. Beliau khawatir dengan banyaknya sahabat yang meninggal dunia, maka akan semakin sedikit orang-orang yang hapal Al Qur’an
Sementara itu, agama Islam semakin meluas ke Negara-negara yang di kuasai oleh Romawi dan Persia di zaman Umar. Pada zaman Utsman bin Affan dunia Islam mengalami banyak kemajuan dan perkembangan..Mengingat wilayah penyebaran Islam sudah sedemikian luas di luar Jazairah Arab.Kebutuhan umat untuk mengkaji Al Qur’an pun semakin meningkat. Banyak ahli qira’ah dan penghapal Al Qur’an mulai terpencar dibeberapa kota dan berbagai provinsi untuk menjadi imam, seklaigus ulama, bertugas mengajar dan mendidik umat.  Dari sini, mulailah terasa adanya perbedaan bacaan Al Qur’an.Sedangkan para ahli bacaan tentu mengajarkan Al Qur’an sesuai dengan bacaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada mereka.
Umat Islam yang tersebar dalam wilayah yang demikian luas itu mendapat pelajaran dan menerima bacaan Al Qur’an ( qiraat ) dari setiap sahabat yang ditugaskan di daerah. Penduduk Syiria misalnya memperoleh pelajaran  dan qiraah dari sahabat Ubay bin ka’ab ra. Penduduk Kufah, Irak, berguru kepada sahabat Abu Musa Al Asy’ary. Versi qiraah yang dimiliki dan di ajarkan oleh satiap sahabat yang ahli qira’ah itu berlainan satu sama lain. Keadaan ini ktika itu tentu saja menimbulkan dampak negative di kalangan kaum muslimin. Di antara mereka ada yang saling membanggakan versi qira’ahnya dan merendahkan yang lain. Mereka mengklaim bahwa versi qira’ahnya yang paling benar.Situasi seperti ini mencemaskan Khalifah Utsman ibn Affan. Karena itu ia segera mengundang para sahabat penghapal Al Qur’an untuk memecah permasalah tersebut. Akhirnya, dicapai kesepakatan bahwa mushaf yang ditulis pada masa Abu baker harus disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Lalu mushaf hasil salinan tersebut di kirimkan ke berbagai kota atau daerah untuk di jadikan rujukan utama kaum muslimin ketika menemui masalah dalam bacaan Al Qur’an.
Inisiatif Utsman bin Affan untuk segera membukukan dan menggandakan Al Qur’an muncul setelah ada usulan dari Khuzaifah al Yamani. Kemudian Khalifah Utsman bin Affan mengirim sepucuk surat yang isinya meminta agar Hafshah mengirim mushaf yang disimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa naskah. Setelah itu Khalifah Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, said bin Ash dan Abdurrahman bin harits untuk bekerjasama menggandakan Al Qur’an. Utsman bin Affan berpesan bahwa “Jika terjadi perbedaan di antara kalian mengenai Al Qur’an, tulislah menurut dialek Quraisy, karena Al Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka.”
Setelah tim tersebut berhasil menyelesaikan tugasnya, Khalifah Utsman bin Affan mengembalikan mushaf orisinil ( master ) kepada Hafshah. Kemudian, beberapa mushaf hasil kerja tim  tersebut di kirimkan ke berbagai kota, sementara mushaf-mushaf lainnya yang masih ada saat itu , Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan untuk segera di bakar. Pembakaran mushaf ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pertikaiandi kalangan umat karena setiap mushaf yang di bakar mempunyai kekhususan. Para sahabat penulis wahyu pada masa Nabi SAW tidak  terikat oleh ketentuan penulisan yang seragam dan baku, sehingga perbedaan antara koleksi seorang sahabat dan sahabat lainnya masih mungkin terjadi. Ada yang kelihatannya mencampurbaurkan antara wahyu dengan penjelasan-penjelasan dari Nabi SAW atau sahabat terdahulu, walaupun sesungguhnya yang bersangkutan dapat mengenali dengan pasti mana ayat dan mana penjelasan ayat,  misalnya dengan membubuhi kode-kode tertentu yang mungkin hanya di ketahui oleh yang bersangkutan.
E.     Sejarah Percetakan Al-qur’an
Percetakan al-Qur’an dapat dibagi menjadi tiga periode, periode percetakan klasik (1.500-1900 M), periode mesin cetak modern (1920-1980 M)dan periode digital mushaf (1.800-Sekarang).Percetakan al-Qur’an yang terjadi dibarat tidak terlepas dari peran penerjemahan. Sebelum berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, bahasa yang berkembang di sana adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan al-Qur’an yang pertama adalah dengan bahasa latin pada tahun 1135 M. Tokoh yang menerjemahkan ke dalam bahasa ini adalah Robert of Ketton (Robertus Retanensis) yang selesai pada bulan Juli 1143 M. dengan penerbitnya Bibliander.
Selain di beberapa Negara Eropa, di beberapa negara lain juga mulai ramai percetakan Al-Qur’an. Seperti di Iran (1828 M), Tibris (1833 M) dan percetakan lainnya termasuk di Indonesia yang diawasi oleh Kementerian Agama. Selain dicetak, mushaf atau naskah Al-Qur’an yang autentik dari masa khalifah Utsman juga bisa dijumpai. Tetapi menurut Dadan Rusmana ia hanya tiga buah, ketiganya berada serta tersimpan di museum Tashkent (Rusia), musium Istambul (Turki) dan satunya lagi di musium Kairo (Mesir).[1]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perbedaan kodifikasi Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman adalah
Ø  Pada masa Khalifah Abu Bakar, motivasi pengumpulan Al Qur’an pada zaman ini ialah upaya memelihara Al Qur’an dari kepunahannya dengan wafatnya orang-orang yang membaca dan menghapalnya. Penulisan dilakukan untuk menghimpun dan menyalin kembali catatan-catatan Al Qur’an menjadi sebuah mushaf. Tertib suratnya menurut turunnya wahyu.
Ø  Pada masa Khalifah  Utsman bin Affan motivasi untuk mengumpulkan Al Qur’an ialah banyaknya perbedaan bacaan Al Qur’an yang meluas ke segenap penjuru negeri dan telah mengakibatkan perselisihan sengit antar kaum muslimin. Beliau mengambil jalan tengah untuk menulis Al Qur’an dengan dialek bahasa Qurasy dengan alasan bahwa Al Qur’an di turunkan dengan bahasa mereka, meskipun  tujuh bacaan ini terdiri dari beberapa bahasa.
B.     Kritik dan Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami berharap para pembaca sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.Semoga makalah ini berguna bagi penulis, khususnya juga kepada para pembaca.Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini mohon dimaafkan.

DAFTAR PUSTAKA
Al Qattan, Manna Khalil.1994. Study Ilmu Alqur’an. Jakarta: Litera Antarnusa
Marzuki.Komarudin. 1999. ‘Ulum Al-Quran. Bandung: PT Remaja Roddakarya
H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372
http://azhariandi.blogspot.co.id/2015/01/sejarah-percetakan-al-quran.html


[1]Dikutip dari H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372.